22 Maret 2008

Dalam Perjalanan ke Emaus

Trisno S Sutanto
Kompas Sabtu, 22 Maret 2008 00:18 WIB
http://www.kompas.com/kompascetak/read.php?cnt=.xml.2008.03.22.00185711&channel=2&mn=158&idx=158

Setiap masa Paskah tiba, bagian dari narasi Injil yang selalu menarik bagi saya ditulis oleh Lukas, pengarang yang paling mampu melukiskan dinamika dramatis dari suatu cerita sederhana.
Kisahnya tentang dua murid Yesus yang pergi ke Emaus, meninggalkan Jerusalem, tempat guru mereka mati disalibkan. Kepergian mereka bisa disebut sebagai ”pelarian” dari kepedihan yang terlalu berat untuk ditanggung. Sebab, dengan peristiwa penyaliban di muka umum, seakan- akan seluruh harapan tentang masa depan yang lebih baik, pewartaan mesianistis Yesus tentang ”kerajaan Allah”, punah dan tidak lagi berarti.
Di tengah jalan, tiba-tiba seorang musafir bergabung dan bertanya tentang apa yang sedang mereka percakapkan. Kepada orang asing ini, salah seorang murid, Kleopas namanya (perlu dicatat, Lukas hanya memberi tahu nama seorang murid), meringkaskan sepak terjang Yesus sampai disalibkan, dan pupusnya harapan mereka. ”Imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin bangsa kita menyerahkan dia untuk dihukum mati dan mereka menyalibkan dia!” kata Kleopas. ”Padahal, kami mengharap dialah yang akan membebaskan Israel! Dan hari ini hari ketiga, sejak hal itu terjadi.’
Musafir itu, yang ternyata Yesus sendiri (begitu Lukas memberitahu kita), menegur ketidakpahaman mereka. Sang Mesias yang diharap-harap akan membebaskan Israel dari penjajahan Romawi dan membangun tatanan ”kerajaan Allah” yang tidak akan berakhir, sesuai pemberitaan para nabi pada masa lampau, bukanlah figur seperti yang mereka bayangkan. Ia bukan tokoh politis, mirip aktivis parpol yang suka pergi ke mana-mana membawa janji kosong, atau tokoh karismatis yang menawarkan harapan ideologis di awang-awang. Apalagi, sudah pasti, ia bukan tokoh agama yang gemar membawa pesan moralistis, resep siap pakai dengan imbalan ketaatan buta pengikutnya. Bukan itu jalan Sang Mesias. ”Kalian memang bodoh!” kata Yesus. ”Bukankah Sang Mesias harus mengalami penderitaan itu, lalu baru mencapai kemuliaan-Nya?”
Namun, kedua murid tetap tak mampu melihat siapa sesungguhnya si musafir, orang asing yang justru lebih memahami pesan guru mereka dan kata-katanya telah membuat ”hati kita berkobar-kobar” itu. Sesampai di tujuan, salah seorang murid (Lukas tidak memberitahu siapa) mengajak sang musafir untuk tinggal. ”Tinggallah di tempat kami,” katanya, ”sekarang sudah hampir malam dan sudah mulai gelap.”
Cerita Lukas mencapai klimaksnya ketika sang musafir, yakni Yesus yang sudah bangkit, melakukan perjamuan bersama mereka. Begini Lukas melukiskan klimaks ceritanya, ”Pada waktu duduk makan bersama, Yesus mengambil roti, mengucap syukur kepada Allah, membelah-belah roti itu dengan tangannya, lalu memberikannya kepada mereka. Kemudian sadarlah mereka bahwa itu Yesus. Tetapi, ia lenyap dari pemandangan mereka.”

Tiga soal penting
Sengaja saya mengutip kisah Lukas dengan agak utuh. Keindahan, kekayaan, dan pesan Lukas justru terletak pada alur dan dinamika narasi yang ia bangun. Misalnya, cara Lukas ”menyembunyikan” identitas Yesus dari para murid—dan membeberkan kepada para pembacanya—menciptakan ketegangan tersendiri. Kita seperti disuguhi lakon di mana kita sudah mengetahui ujungnya, tetapi pada saat bersamaan ikut serta dalam dinamika ketidaktahuan sang aktor.
Orang sering memperdebatkan kebenaran historis peristiwa penampakan Yesus di jalan menuju Emaus. Padahal, kitab-kitab Injil ditulis bukan sebagai catatan biografis rinci tentang figur historis Yesus orang Nazaret karena ia bukan ”orang penting” sama sekali, tetapi sebagai kesaksian iman bahwa Yesus orang Nazaret yang disalibkan itu adalah Kristus, Sang Mesias yang dinanti- nantikan (dan persis karena itu disebut Injil, ”warta gembira”).
Dalam narasi perjalanan ke Emaus, Lukas mau membeberkan sekaligus tiga soal penting yang tumpang tindih dalam pengakuan iman umat perdana. Pertama, frustrasi batin para murid sepeninggal guru yang mereka ikuti. Kedua, koreksi Lukas atas pemahaman salah mengenai ”jalan Sang Mesias”. Ketiga, perayaan ekaristi sebagai ”bukti” Yesus adalah Mesias. Ketiganya masih mampu menyapa kita sekarang ini.

Menganggap ”tokoh besar”
Perspektif Lukas sebenarnya amat revolusioner pada zamannya. Di tengah situasi penjajahan Romawi yang begitu mencekam, sudah jamak jika banyak tokoh politis, karismatis, bahkan tokoh agama yang bermunculan membawa janji-janji mesianistis. Dan khalayak umum berharap Mesias seharusnya tampil sebagai ”tokoh besar” yang berwibawa, punya kekuasaan, dan mampu menyelesaikan segala persoalan dengan sekejap mata. Bukankah ia ”utusan Allah”?
Lukas menunjukkan persis yang sebaliknya: Sang Mesias, alih-alih muncul sebagai figur mahakuasa, justru memilih ”jalan salib”. Itulah garis yang sudah ditentukan Allah dan dipilih secara sadar oleh Yesus.
Memang, kematian-Nya di kayu salib membuyarkan harapan banyak orang. Tetapi, justru melalui jalan penderitaan itulah Allah memuliakan Dia, dengan membangkitkan-Nya dari jerat kematian. Itu pula jalan yang tersedia bagi para pengikut-Nya. Kedua murid dalam cerita Lukas hanya dapat melihat Yesus ketika ia memecahkan roti dan membagikannya, mengulangi perjamuan terakhir sebelum ia disalibkan.

Kondisi kita
Kadang saya berpikir, Lukas sedang menulis tentang kondisi kehidupan kita sekarang. Di tengah ancaman bencana ekologis yang bersifat global dan harapan yang makin pupus terhadap janji-janji reformasi, tokoh- tokoh karismatis dan aktivis parpol (bahkan agamawan!) akan bermunculan mendaku-diri sebagai mesias. Dan kita cenderung untuk cepat-cepat mengakui, atau melarikan diri ke Emaus saat seluruh harapan buyar.
Dengan caranya, Lukas mengingatkan soal ini. Jalan Mesias adalah jalan penderitaan. Hanya dengan melalui jalan itu kita dapat mencandra tanda-tanda kehidupan yang serba ringkih.
Mungkin benar, di tengah ”pasar mesias” sekarang, apalagi nanti menjelang pemilu, kita perlu menjadi murid kedua (yang tetap anonim itu) dan berkata kepada Yesus, ”Tinggallah di tempat kami, sekarang hari sudah mulai malam”, dan ikut duduk dalam perjamuannya. Selamat paskah.

Trisno S Sutanto Direktur Masyarakat Dialog Antar-agama, Jakarta

21 Maret 2008

Salib dan Paskah, di Mana Kita Berada?

http://www.suarapembaruan.com/News/2008/03/19/Editor/edit02.htm

Josef Purnama Widyatmadja

Yesus yang tersalib dan bangkit sesungguhnya tidak lagi di rumah sembahyang dan kubur yang dijaga imam dan pasukan.

Lirik lagu "Where you there when they crucified my Lord?" tiba-tiba mengusik hati penulis sebelum Paskah tiba. Lagu itu ditulis dalam konteks ketika terjadi perbudakan atas orang Afrika yang dilakukan pendatang Eropa di benua Amerika. Para budak yang diberi julukan Negro oleh tuannya harus membangun jalan kereta api dan tempat penggilingan gandum di Amerika untuk kemajuan benua baru yang dianggap tanah Perjanjian. Banyak budak mati ketika bekerja, terkena penyakit atau dalam upaya untuk melarikan diri.

Budak Afrika ini secara sembunyi mendengarkan kisah Paskah baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru ketika berlangsung kebaktian yang dikhususkan untuk para majikan Eropa. Para budak Afrika ini mendapatkan pencerahan dari kisah Paskah dan mereka mengidentifikasikan diri mereka dengan peristiwa tersebut. Budak Afrika ini menyamakan nasib mereka, sama seperti budak Israel di Mesir dan Yesus yang disalibkan di Golgota. Mereka mengekspresikan penderitaaan mereka selama zaman perbudakan melalui lagu-lagu yang dikenal sebagai "Negro Spiritual" seperti "When Israel was in Egypt's Land " dan "Where you there when they crucified my Lord "

Kitab Injil menyaksikan bahwa para murid melarikan diri ketika Yesus mengangkat salib dari Yerusalem ke Golgota. Tidak ada seorang pun murid berada saat Yesus disalibkan. Simon Kirene dalam ketidaktahuannya mendekat pada iringan Yesus yang tertatih- tatih mengangkat salib. Ia ditangkap oleh para serdadu Roma untuk menggantikan Yesus yang sudah tak berdaya. Tidak ada maksud dari Simon untuk menolong dan meringankan beban Yesus yang disalib. Kebetulan dan keterpaksaan yang menyebabkan Simon menjadi pendamping dan mengangkat salib Yesus sampai ke Golgota.

Pendampingan yang dilakukan Simon tidak mampu membebaskan Yesus dari penyaliban. Perjalanan mengangkat salib yang dilakukan Simon paling tidak meringankan beban Yesus bukan membebaskannya dari hukuman.


Motivasi Pelayanan

Konsep pendampingan pada korban ketidakadilan menjadi terkenal di kalangan pekerja dan aktivis sosial. Para pendamping korban ketidakadilan tidak mampu membebaskan rakyat dari penderitaan berupa ketidakadilan dan keserakahan para penguasa. Kebetulan atau misteri nasib yang menyebabkan Simon mengangkat salib Yesus. Apa yang dilakukan Simon bukan muncul dari motivasi pelayanan untuk menolong Yesus. Apapun latar belakang Simon Kirene, yang mengangkat salib Yesus, apapun hasilnya dalam pendampingan itu, paling tidak Yesus merasa tidak hidup dalam kesendirian. Masih ada orang yang menyapa dirinya yang dijadikan kambing hitam dan tumbal kelaliman oleh penguasa.
Peristiwa Keluaran dari Mesir dan peristiwa kebangkitan dari kubur bukan kisah yang terjadi ribuan tahun lalu. Putusan Firaun dan Pontius Pilatus tak mengenal batas waktu dan tempat, tapi menembus sejarah hidup manusia. Lirik "Where you there when they crucified my Lord" merupakan pertanyaan dan sapaan bagi pengikut Yesus yang sedang menyongsong perayaan Paskah.

Allah tidak turun ke istana dan kuil Firaun di Mesir. Allah melawat budak-budak yang menangis karena kebijakan pembangunan yang mengabaikan keadilan. Di mana murid Yesus berada ketika para prajurit memaku tangannya, meletakkan mahkota duri di kepalanya, meletakkan jenazah Yesus di dalam kubur? Di Golgota atau rumah sembahyang? Di mana murid Yesus ketika batu tergolek dari kubur dan Yesus bangkit?

Lirik lagu "Where you there when they crucified my Lord" dapat juga menggelitik hati nurani kita ketika lirik itu menembus waktu dan tempat. Di mana kau berada ketika para buruh kehilangan pekerjaan mereka? Di mana kau berada ketika rakyat busung lapar karena kebijakan pembangunan? Di mana kau berada ketika korban Kedungombo dan Lapindo tidak mendapat keadilan dalam ganti rugi? Di mana kau berada ketika banyak korban diperkosa dan mati saat kerusuhan Mei 1998? Di mana kau berada ketika gerakan reformasi bergulir di Tanah Air? Di mana kau ketika hidup rakyat dijadikan komoditas di era globalisasi?

Para murid Yesus mencari selamat ketika peristiwa penyaliban terjadi. Sebaliknya, sosok Simon Kirene yang dalam ketidaktahuannya menjadi pendamping Yesus walaupun gagal membebaskan Yesus dari penyaliban.

Kebangkitan sebagai Harapan

Tragedi mengkambinghitamkan, melampiaskan dendam, fitnah, dendam, keserakahan, dan mencari tumbal pembangunan tidak hanya terjadi di Kota Raamses, Pitom di Mesir atau di Golgota. Keserakahan dan rekayasa politik untuk mengorbankan wong cilik tidak berakhir di liang kubur. Meterai Pilatus, batu yang kokoh dan serdadu yang berjaga, tak berdaya mencegah kebangkitan Yesus. Inilah makna Paskah sesungguhnya, yaitu memberikan harapan kepada manusia yang menjadi korban penyaliban dalam kehidupan. Di balik kubur dan maut ada fajar kebangkitan bagi mereka yang tersalib. Batu tergolek, meterai diabaikan, serdadu lari tunggang-langgang dan Yesus bangkit dari kematian.

Yesus yang tersalib dan bangkit sesungguhnya tidak lagi di rumah sembahyang dan kubur yang dijaga imam dan pasukan. Yesus tidak di sana. Ia di antara orang Galielea yang mengalami suka dukanya kehidupan yang keras oleh todongan senjata. Yesus yang tersalib tidak di antara kumpulan pemilik budak yang merayakan sakramen meminta pengampunan, tapi di antara budak yang bertahan hidup di tengah siksaan. Jeritan korban yang dikambinghitamkan dan disalibkan sayup-sayup bersenandung datangnya fajar Paskah dan perubahan:"

Deep river - my home is over Jordan,
Deep river, Lord, I want to cross over into campground.
Don't you want to go to that Gospel feast,
That promised land where all is peace.
Deep river, Lord, I want to cross over into campground

(Sungai yang dalam - rumahku melampaui Jordan,
Sungai yang dalam, Tuhan, Saya ingin melintasi tanah perkemahan.
Tidakkah kau ingin pergi ke perjamuan Injil,
Yang menjanjikan tanah di mana penuh kedamaian.
Sungai yang dalam, Tuhan, Saya ingin melintasi tanah perkemahan).
Selamat memperingati Paskah.

Penulis adalah Rohaniwan
Last modified: 18/3/08

04 Maret 2008

Bapa Kami

Bagaimana engkau memanggil aku BAPA, sedangkan sehari harinya engkau tidak berlaku seperti anakKU?
Bagaimana engkau menyebut KAMI, sedangkan engkau hidup menyendiri tidak perduli akan sesama.
Bagaimana engkau mengatakan YANG ADA DI SURGA, sedangkan engkau hanya memikirkan hal-hal duniawi untuk memuaskan diri sendiri.
Bagaimana engkau mengatakan DIMULIAKANLAH NAMAMU , sedangkan engkau tidak menghormati Aku
Bagaimana engkau mengatakan JADILAH KEHENDAKMU, sedangkan engkau hanya mau yang manis Dan tidak mau yang pahit yang dari padaKu .
Bagaimana engkau mengatakan BERILAH KAMI PADA HARI INI MAKANAN YANG SECUKUPNYA, Sedangkan engkau makan sekenyang kenyangnya Dan tidak pernah berbagi kepada yang lapar
Bagaimana engkau mengatakan AMPUNILAH KESALAHAN KAMI, Sedangkan engkau masih mendendam terhadap orang yang bersalah kepadamu.
Bagaimana engkau mengatakan JANGAN MEMBAWA KAMI KEDALAM PENCOBAAN, sedangkan engkau senang bermain dengan dosa
Bagaimana engkau mengatakan LEPASKANLAH KAMI DARI YANG JAHAT, sedangkan engkau senang berbuat jahat
Bagaimana engkau mengatakan KARENA ENGKAULAH YANG EMPUNYA KUASA DAN KEMULIAAN SAMPAI SELAMA LAMANYA, sedangkan engkau mengandalkan kekuatanmu, Dan lebih percaya kepada dukun Dan para normal
Bagaimana engkau mengatakan AMIN, sedangkan engkau tidak menganggap serius DOA ini!

02 Maret 2008

Business Is Business

JOKE OF THE WEEK

One day at kindergarten a teacher said to the class of 5-year-olds, "I'll give $2 to the child who can tell me who was the most famous man who ever lived." An Irish boy put his hand up and said, "It was St Patrick " The Teacher said, "Sorry Sean, that's not correct." Then a Scottish boy put his hand up and said, "It was St. Andrew." The teacher replied, "I'm sorry, Hamish, that's not right either."

Finally, a Jewish boy raised his hand and said, "It was Jesus Christ." The teacher said, "That's absolutely right, Marvin, come up here and I'll give you the $2." As the teacher was giving Marvin his money, she said, "You know Marvin, since you're Jewish, I was very surprised you said" Jesus Christ." Marvin replied: "Yeah. In my heart I know it's Moses, but business is business."

Simson dan Delilah sama-sama pejuang?

Dalam tafsir tadisional atas kisah Simson dan Delilah dalam Kitab Hakim-hakim, Simson dijelaskan sebagai orang yang baik, orang dipakai Tuhan membela bangsanya yang ditindas orang Filistin. Sebaliknya Delilah seorang perempuan yang jahat, yang memakai cinta dan kecantikannya untuk menipu Simson supaya rahasia kekuatannya bisa diketahui dan Simson dapat ditangkap orang Filistin.

Sudah waktunya membaca ulang kisah ini dalam perspektif yang lain. Delilah seorang "nasionalis" yang berjuang untuk bangsanya, bangsa Filistin, yang menderita karena "kesaktian" Simson. Dan memang dia berhasil dengan menggunakan diri, hidup dan cintanya (betapa besar pengorbanannya!) untuk memenangkan perjuangan itu.

Penting pula menghargainya dalam perspektif seorang perempuan pejuang, dan sebagai seorang asing (bukan umat Isral, umat Allah).

Salam

zngelow

01 Maret 2008

Just checking in

Dikirim oleh Dr. Sientje Merentek-Abram (manila, Philippines)

A minister passing through his church in the middle of the day, Decided to pause by the altar and see who had come to pray.
Just then the back door opened, a man came down the aisle, The minister frowned as he saw the man hadn't shaved in a while. His shirt was kind a shabby and his coat was worn and frayed, the man knelt, he bowed his head, Then rose and walked away.

In the days that followed, each noon time came this chap, each time he knelt just for a moment, A lunch pail in his lap.
Well, the minister's suspicions grew, with robbery a main fear, He decided to stop the man and ask him, 'What are you doing here?'
The old man said, he worked down the road. Lunch was h alf an hour. Lunchtime was his prayer time, For finding strength and power.
'I stay only moments, see, because the factory is so far away; as I kneel here talking to the Lord, This is kind a what I say:

'I JUST CAME AGAIN TO TELL YOU, LORD, HOW HAPPY I'VE BEEN, SINCE WE FOUND EACH OTHERS FRIENDSHIP AND YOU TOOK AWAY MY SIN. DON'T KNOW MUCH OF HOW TO PRAY, BUT I THINK ABOUT YOU EVERYDAY. SO, JESUS, THIS IS JIM CHECKING IN TODAY.'

The minister feeling foolish, told Jim, that was fine. He told the man he was welcome To come and pray just anytime
T ime to go, Jim smiled, said 'Thanks.' He hurried to the door. The minister knelt at the altar, he'd never done it before.
His cold heart melted, warmed with love, and met with Jesus there. As the tears flowed, in his heart, he repeated old Jim's prayer:

'I JUST CAME AGAIN TO TELL YOU, LORD, HOW HAPPY I'VE BEEN, SINCE WE FOUND EACH OTHERS FRIENDSHIP AND YOU TOO K AWAY MY SIN. I DON'T KNOW MUCH OF HOW TO PRAY, BUT I THINK ABOUT YOU EVERYDAY. SO, JESUS, THIS IS ME CHECKING IN TODAY.'

Past noon one day, the minister noticed that old Jim hadn't come. As more days passed without Jim, he began to worry some. At the factory, he asked about him, learning he was ill. The hospital staff was worried, But he'd given them a thrill.

The week that Jim was with them, Brought changes in the ward. His smiles, a joy contagious. Changed people, were his reward. The head nurse couldn't understand why Jim was so glad, when no flowers, calls or cards came, Not a visitor he had. The minister stayed by his bed, He voiced the nurse's concern: No friends came to show they cared. He had nowhere to turn.
Looking surprised, old Jim spoke up and with a winsome smile; 'the nurse is wrong, she couldn't know, that he's in here all the while everyday at noon He's here, a dear friend of mine, you see, He sits right down, takes my hand, Leans over and says to me:

'I JUST CAME AGAIN TO TELL YOU, JIM, HOW HAPPY I HAVE BEEN, SINCE WE FOUND THIS FRIENDSHIP, AND I TOOK AWAY YOUR SIN. ALWAYS LOVE TO HEAR YOU PRAY, I THINK ABOUT YOU EACH DAY, AND SO JIM, THIS IS JESUS CHECKING IN TODAY.'


If this blesses you, pass it on. Many people will walk in and out of your life, but only true friends will leave footprints in your heart May God hold you in the palm of His hand and Angels watch over you. Please pass this page on to you r friends & loved ones. If you aren't ashamed. Jesus said, ' If you are ashamed of me,' I will be ashamed of you before my Father.'

If you are not ashamed, pass this on. But only if you mean it.