10 Desember 2008

Tema Pesan Natal Bersama PGI-KWI 2008




Hiduplah Dalam Pedamaian Dengan Semua Orang bdk Roma 12:18)

Kepada segenap umat Kristiani Indonesia di mana pun berada.
Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus.
1. Di tengah sukacita Natal, perayaan kelahiran Yesus Kristus, marilah kita melantunkan mazmur syukur ke hadirat Allah. Ia datang ke dalam dunia untuk membawa damai bagi seluruh umat manusia. Kedatangan-Nya mendamaikan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan sesamanya. Ia telah merubuhkan tembok pemisah dan membangun persekutuan baru, yang kukuh dan tangguh, yang bersumber dan berakar di dalam diri-Nya (bdk. Ef. 2:14, dst.). Peristiwa Natal, sebab itu dapat menjadi petunjuk bagi mereka yang rindu untuk hidup dalam damai, khususnya dalam keadaan dewasa ini yang diwarnai ketegangan dan kecenderungan untuk mementingkan diri atau kelompok sendiri.
Umat Kristiani memahami dirinya sebagai bagian utuh dari masyarakat dan bangsa Indonesia. Selama ini kita telah tinggal dalam rumah bersama, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam kerukunan dan kedamaian. Namun, akhir-akhir ini rumah kita dipenuhi dengan berbagai ketegangan, bahkan krisis. Keberadaan negara sebagai rumah bersama tidak lagi dipahami dengan baik oleh para warga bangsa. Berbagai benturan antarkelompok dalam masyarakat membuat warga tidak lagi dapat hidup damai.
Berbagai kelompok berusaha menunjukkan kekuatan mereka di hadapan kelompok lain yang dianggap sebagai ancaman. Dalam usaha untuk memberi rasa aman kepada seluruh warga negara, pemerintah belum sepenuhnya berhasil mengambil langkah-langkah nyata menuju kebersamaan yang rukun dan damai.
Kita merindukan keadaan damai yang memberi rasa aman bagi warga negara, tanpa membedakan suku, agama, ras, dan afiliasi politik. Rasa aman itu membuat warga negara dapat bekerja sama untuk menciptakan kesejahteraan bersama. Dengan rasa aman itu seluruh warga negara dapat menjalin relasi tanpa merasa terancam, tertekan, atau dikucilkan. Memang banyak usaha positif untuk menciptakan perdamaian telah dilakukan oleh seluruh komponen bangsa. Namun, usaha ini belum mencapai hasil yang diharapkan secara maksimal dan masih harus terus dilakukan secara terarah, berencana dan berkualitas.

2. Dalam suasana hari raya Natal, kelahiran Yesus, Sang Raja Damai, kami mengajak seluruh umat Kristiani untuk mendengarkan nasihat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma. Ia menasihati Jemaat untuk hidup dalam damai dengan semua orang. Untuk itu Rasul Paulus mengajak mereka untuk memberkati sesama, termasuk orang yang menganiaya mereka (Rm. 12:14). Memberkati berarti memohon agar Allah melimpahkan kasih karunia, damai sejahtera dan perlindungan (bdk. Kej. 27:27-29; Ul. 33; 1Sam. 2:20). Nasihat Rasul Paulus ini menggemakan kembali ajaran Yesus: “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu” (Luk. 6:27-28; Mat. 5:44). Agar Jemaat dapat hidup dalam damai dengan sesama, Rasul Paulus mengajak Jemaat untuk bersukacita dengan orang yang besukacita dan menangis dengan orang yang menangis (Rm. 12:14; bdk. Mat. 5:3; Luk. 6:20; Mat. 25:31-46).
Ia juga menasihati Jemaat untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi melakukan apa yang baik bagi semua orang (bdk. Rm. 12:17). “Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan” (Rm. 12:21). Ketika orang membalas kejahatan dengan kejahatan, sebenarnya orang itu telah dikalahkan oleh kejahatan. Siapa yang melakukan kejahatan, ia telah dikendalikan oleh kejahatan itu sendiri dan telah melakukan kejahatan yang ia lawan. Ketika orang mengalami perlakuan jahat dari orang lain, tidak perlu membenci pelakunya dan menolak berhubungan dengannya, tetapi tetap ramah terhadapnya, bahkan terbuka untuk menolong orang itu bila ia mengalami kesulitan. Selayaknya umat Kristiani memperlakukan orang lain dengan kemurahan hati (bdk.Rm. 12:20a).

3. Semangat yang diajarkan oleh Rasul Paulus kepada Jemaat Roma itu kiranya juga menjadi semangat umat Kristiani di Indonesia, yang hidup dalam masyarakat majemuk yang terus berubah. Dinafasi oleh semangat Natal, kami mengajak seluruh umat Kristiani untuk:
a. melibatkan diri secara proaktif dalam berbagai upaya untuk membangun masyarakat yang damai, memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan umum dalam mewujudkan Indonesia sebagai rumah bersama. Berbagai persoalan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat perlu dihadapi secara bersama-sama dan diselesaikan dengan cara-cara dialog.
b. ikut mengambil bagian secara sungguh-sungguh dalam usaha-usaha menciptakan persaudaraan sejati di antara anak-anak bangsa dengan membangun kehidupan bersama di komunitas masing-masing, serta peka dan tetap berusaha ramah terhadap lingkungan sekitar.
c. mengalahkan kejahatan dengan kebaikan dan jangan sampai dikalahkan oleh kejahatan. Kita perlu menyadari bahwa musuh kita bukanlah sesama warga, melainkan kejahatan yang bisa menggerakkan orang untuk berlaku jahat dan menyakiti sesama. Maka, marilah kita melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya supaya jangan ada ruang dimana kejahatan dapat merajalela.

Demikianlah pesan kami, Selamat Natal 2008 dan Selamat Menyongsong Tahun Baru 2009. Tuhan memberkati.

Atas nama


Majelis Pekerja Harian
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia

Pdt. Dr. A.A. Yewangoe
Ketua Umum

Pdt. Dr.Richard M. Daulay
Sekretaris Umum

Konferensi Waligereja Indonesia

Mgr. Martinus D. Situmorang, O.F.M.Cap
Ketua

Mgr. A.M. Sutrisnaatmaka, M.S.F.
Sekretaris Jenderal

Perayaan Natal

Waktu: Perayaan Natal berlangsung antara malam 24 Desember dan berakhir pada malam 6 Januari.
24 Desember malam: perayaan Natal;
25 Desember kebaktian Natal;
1 Januari sunat dan pemberian nama Yesus;
6 Januari hari Tiga Raja (kunjungan Orang Majus)
Warna: Putih

Kata “natal” dari ungkapan bahasa Latin Dies Natalis (Hari Lahir). Dahulu juga dipakai istilah Melayu-Arab, maulid. Dalam bahasa Inggeris perayaan Natal disebut Christmas, dari istilah Inggeris purba Cristes Maesse (1038)atau Cristes-messe (1131), yang berarti Misa Kristus. Christmas biasa pula ditulis Xmas, suatu penyingkatan yang cocok dengan tradisi Kristen, karena huruf X dalam bahasa Yunani merupakan singkatan dari Christus.

Perayaan Natal baru dimulai pada sekitar tahun 200 M di Aleksandria (Mesir). Para teolog Mesir menunjuktanggal 20 Mei tetapi ada pula pada 19 atau 20 April. Di tempat-tempat lain perayaan dilakukan pada tangal 5 atau 6 Januari; ada pulapada bulan Desember. Perayaan pada tanggal 25 Desember dimulai pada tahun 221 oleh Sextus Julius Africanus, dan baru diterima secara luas pada abad ke-5. Ada berbagai perayaan keagamaan dalam masyarakat non-Kristen pada bulan Desember. Dewasa ini umum diterima bahwa perayaan Natal pada tanggal 25 Desember adalah penerimaan ke dalam gereja tradisi perayaan non-Kristen terhadap (dewa) matahari: Solar Invicti (=Surya tak Terkalahkan), dengan menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Sang Surya Agung itu sesuai berita Alkitab (lihat Mal. 4:2; Luk 1:78; dan juga Kid 6:10). Natal dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember; dan kebaktian pagi tanggal 25 Desember. Beberapa gereja Ortodoks merayakan Natal pada tanggal 6 Januari. Perayaan-perayaan malam Natal dewasa ini oleh berbagai persekutuan Kristen di dalam dan di luar gereja menjadikan bulan Desember bulan perayaan Natal, sehingga perayaan minggu-minggu Advent kehillangan tempat dan maknanya.

Banyak tradisi perayaan Natal yang merupakan pengembangan kemudian dengan menyerap unsur berbagai kebudayaan. Pohon natal di gereja atau di rumah-rumah mungkin berhubungann dengan tradisi Mesir, Cina atau Ibrani kuno. Ada pula yang menghubungkannya dengan pohon khusus di taman Eden (lihat Kej 2:9). Tetapi dalam kehidupan pra-Kristen Eropa memang ada tradisi menghias pohon dan menempatkannya dalam rumah pada perayaan tertentu. Tradisi “Pohon Terang” dewasa ini berkembang dari Jerman pada abad ke 18.

Terdapat pula tradisi mengiri Kartu Natal, yang dimulai pada tahun 1843 oleh John Callcott Horsley di Inggeris. Biasanya dengan gambar yang berhubungan dengan kisah kelahiran Yesus Kristus dan disertai tulisan: Selamat Hari Natal dan Tahun Baru. Dewasa ini orang memakai teknologi informasi (email) berkirim kartu Natal elektronik.

Juga dalam rangka perayaan Natal dikenal di Indonesia tradisi Sinterklaas, yang berasal dari Belanda. Tradisi yang dirayakan pada tanggal 6 Desember ini, berhubungan dengan St. Claus (Santa Nikolas), seorang tokoh legenda, yang mengunjungi rumah anak-anak pada malam dengan kereta salju terbang ditarik beberapa ekor rusa kutub (termasuk Rudolf yang berhudung merah) membagi-bagi hadiah. Dalam dunia moderen, perayaan Natal secara sekuler lebih menekankan aspek saling memberi hadiah Natal, sehingga ada yang beranggapan Santa Nikolas makin lebih penting daripada Yesus Kristus. Dalam tradisi Sinterklass Belanda – tokoh yang digambarkan oleh suatu iklan minuman Amerika sejak tahun 1931 sebagai seorang tua gendut, bercambangbauk putih dan berpakain merah dengan sepatu bot, ikat pinggang hitam, dan topi runcing lembut ini – menjadi bagian dari acara keluarga (untuk mendisiplin anak-anak) dengan mengunjungi rumah-rumah disertai pembantu berkulit hitam (Zwarte Pit) yang memikul karung berisi hadiah untuk anak yang baik; tetapi karung itu juga tempat anak-anak nakal dimasukkan untuk dibawa pergi.

Aspek lain perayaan Natal adalah lagu Natal. Kisah Kitab Suci tentang kelahiran Yesus memang menyebutkan adanya pujiaan malaekat sorga (Luk 2: 143-14). Di dalam gereja sejak abad pertengahan berkembang lagu-lagu Natal. Tetapi dewasa ini banyak lagu Natal tidak lagi terkait dengan berita Alkitab. Salah satu lagu Natal paling populer adalah Malam Kudus oleh Franz Joseph Gruber, syairnya digubah dalam bahasa Jerman oleh Pastor Joseph Mohr. Lagu ini pertama kali dinyanyikan pada malam Natal, 24 Desember 1818 di gereja Santo Nikolas di Oberndorf, Austria. Lagu ini sudah diterjemahkan ke dalam ribuan bahasa termasuk beberapa versi bahasa Indonesia, dan beberapa bahasa daerah. Rupanya belum ada terjemahannya dalam bahasa Bugis, maka warga Kristen dari etnis Bugis perlu mengupayakan secepatnya. Berikut beberapa terjemahan:

(Bahasa Makassar)

Bangngi lebang, sino sino
Linoa tinromi
Rua mami tena natinro
Mangge amma' sannang nyawana
Ana' tinro sannang
Ana' tinro sannang.


(Bahasa Toraja)

Makarorrong, bongi maindan
Parrangmo, bintoen
Jurus’lama’na to lino,
Dadi lan kapadangan-Na
Kristus anak Daud
Kristus anak Daud


(Bahasa Indonesia)

Malam kudus sunyi senyap siapa yang b'lum lelap
ayah bunda yang tinggallah t'rus, jaga Anak yang Maha Kudus
Anak dalam malaf, Anak di dalam malaf.

Hai, lihatlah! di Efrata t'rang besar turunlah
waktu tentra surgawi megah puji Allah sebab nikmatnya
ingat dunia yang g'lap, ingatlah dunia yang g'lap.

Karna salam amat besar patutlah bergema
bagi dunia yang t'lah tercerai dari Allah di b'ri Almasih
jadi pohon khalas, jadi k'lak pohon khalas.


(Bahasa Inggeris)

Silent night, Holy night
All is calm, all is bright
Round yon virgin Mother and Child
Holy infant so tender and mild
Sleep in heavenly peace
Sleep in heavenly peace

Silent night, holy night
Shepherds quake at the sight
Glories stream from Heaven afar
Heavenly hosts sing Hallelujah
Christ the Saviour is born
Christ the Saviour is born

Silent night, holy night
Son of God, love's pure light
Radiant beams from Thy holy face
With the dawn of redeeming grace
Jesus, Lord at Thy birth
Jesus, Lord at Thy birth

(Disarikan dari berbagai sumber oleh Zakaria Ngelow)

07 Desember 2008

Perayaan Masa Advent

Perayaan Masa Advent

Masa Advent adalah 4 minggu sebelum Hari Natal. Dalam Minggu-minggu Advent dirayakan mulai hari Minggu antara 27 November - 3 Desember.

Warna liturgis: Ungu, tetapi pada hari Minggu Advent ke-3 (Minggu Gaudete) bisa warna merah. Warna ungu menunjuk sekaligus pada aspek pengakuan dosa dari umat yang bersiap menyambut kedatangan Tuhan, namun juga keanggunan Dia yang dinantikan kedatangannya itu.

Makna: menyambut kedatangan Yesus (baik kedatangan yang pertama maupun yang kedua)

Referensi Alkitab: Yes 2:1-5,7:10-14, Yer 33:14-16, Zef 3:14-18, Mik 5:2-5a, Mat 24:37-44, Rom 13:11-14

Kata “advent” dari bahasa Latin adventus (Yunani: parousia) berarti “kedatangan” atau “tiba”, yang dihubungkan dengan kedatangan Yesus sebagai Mesias. Doa, ibadah dan perayaan masa ini mengacu pada kedatangan Yesus yang lahir di Betlehem, dan mempersiapkan kita pada kedatangannya sebagai Raja yang mulia kelak.

Sebab itu bacaan Alkitab Perjanjian Lama mengenai nubuatan-nubuatan kelahiran-Nya, maupun dari Perjanjian Baru mengenai kedatangan-Nya sebagai Hakim seluruh umat manusia. Juga dibaca perikop mengenai Yohanes Pembaptis, yang menjadi bentara bagi kedatangan Mesias.

Salah satu dokumen gerejawi mengenai Advent menyatakan:

Ketika gereja merayakan liturgi Advent setiap tahun, maka gereja memperhadapkan pengharapan kedatangan Mesias dahulu kala, sebab dengan turut dalam pengharapan umat Allah silam itu akan kedatangan-Nya yang pertama, umat beriman membaharui kerinduannya yang bernyala-nyala pada kedatangan-Nya yang kedua.

Pengharapan Mesianis umat Allah menjelang kelahiran Yesus bersifat politik. Mereka yang dijajah bangsa Romawi waktu itu mengharapkan seorang Mesias (Juruselamat) yang bisa membebaskan umat itu dari kekuasaan politik bangsa kafir. Tetapi gereja memahami bahwa memang Yesus adalah Raja dalam Kerajaan Allah yang melampaui bentuk-bentuk kekuasaan politik duniawi. Mereka menantikan kedatangan-Nya yang kedua untuk mewujudkan secara penuh statusnya sebagai “pemegang segala kuasa di sorga dan di bumi” (lihat Mat 28: 19).

Sifat perayaan Advent adalah pengakuan dosa, supaya membaharui hidup menyambut kedatangan Tuhan, dan karena itu liturgnya lebih tenang, tidak bercorak kegembiraan. Lagu-lagu gereja yang gembira tidak dinyanyikan. Perayaan Advent cocok untuk pembinaan keluarga, misalnya dengan menjadikan masa Advent sebagai Pekan Keluarga. Sayangnya di Indonesia masa ini sudah diisi dengan perayaan-perayaan Natal.

Perayaan Advent sudah berlangsung sejak abad ke-4, dalam bentuk persiapan menyambut perayaan Natal atau perayaan Epifani. Tradisi itu kemudian diperkembangkan menjadi masa 4 minggu menjelang perayaan Natal yang berdiri sendiri; bukan bagian dari perayaan Natal, lengkap dengan bacaan, liturgi dan nyanyian-nyanyiannya sendiri. Para Reformator Protestan kurang memberi perhatian terhadap kalender gerejawi, termasuk perayaan Advent, namun dengan makin sekulernya perayaan Natal, banyak gereja menekankan perayaan Advent untuk mempersiapkan umat menyambut Natal secara lebih rohani.

Baik bangun dan bersedia, berjaga dan nantilah

Sep’ri jamu yang setia, merindukan waktunya

Panggilanmu yang mulia, sekarang t’lah hampirlah

Lengkapkan dirimu seg’ra, sebentar b’ri jawab

Supaya jangan adalah halangan dan sebab.

Jaga dan nanti, tukarlah p’ri

Sedia hati, hidup yang bersih

Buang dan ganti, perangai yang keji.


Disarikan dari berbagai sumber oleh Zakaria Ngelow

Perayaan Hari Pentakosta

Warna Liturgis: Merah

Jenis Hari Raya: Pesta

Waktu: 50 hari sesudah Paskah

Lama perayaan: satu hari (dahulu seminggu penuh)

Pokok Perayaan: Ketuangan Roh Kudus dan lahirnya Gereja

Nama Lain: Minggu Putih

Referensi Alkitab: Kis 2:1-11

Perayaan Pentakosta: tanggal 31 Mei 2009; 23 Mei 2010; 12 Juni 2011; 27 Mei 2012.

Dalam setiap tahunnya, gereja secara liturgis berjalan dari minggu ke minggu mengikuti kehidupan Yesus Kristus. Perjalanan liturgis kalender gerejawi ini dimulai dengan Minggu Advent I (4 minggu sebelum Natal, dihitung mulai dari hari Minggu terdekat ke tanggal 30 November) menantikan kedatangan-Nya (hari Natal, 25 Desember), dan sunat/ penyerahan-Nya di Bait Allah (Luk 2:21 dst; 1 Januari) dan perkunjungan orang Majus (6 Januari). Kemudian masuk minggu-minggu sengsara (7 minggu) penyaliban dan kematian-Nya (Jumat Agung), lalu kebangkitan-Nya (Paskah, yang tepat pada hari Minggu). Setelah 40 hari penampakan-penampakan-Nya kepada para murid di Yerusalem dan Galilea, Yesus nasik ke sorga (pada hari Kenaikan); dan 10 hari kemudian Roh Kudus dicurahkan (pada hari Pentakosta). Dalam perjalanan liturgis ini gereja merayakan hidup Tuhan Yesus Kristus dengan ibadah, doa, pemberitaan firman, sakramen, hiasan gereja, lambang-lambang, pergantian warna kain mimbar dan pakaian pejabat gereja (termasuk stola), dsb. Perayaan hari Pentakosta mulai populer dalam gereja sejak abad ke-4.

Pada waktu Tuhan Yesus

Dengan murid-Nya di Bukit Zaitun

Datanglah awan yang khabus

Tuhan Yesus pun terangkatlah

Ke dalam t’rang.

Reff

Tuhan Yesus sabdalah:

Hai, janganlah kamu cerai

Dari negeri Yerusalem

Nantikanlah, nantikan janjian Bapamu.

Kemudian s’puluh hari

Datanglah Roh yang dijanjikan-Nya

Hinggap di kepala rasul

Dialah pemimpin, satu orang berkuasa penuh

Demikianlah dalam penanggalan gereja hari Pentakosta dihubungkan dengan hari pencurahan Roh Kudus kepada para rasul (Kis 2: 1 dst). Hari Pentakosta disebut juga hari Minggu Putih (Whitsunday) karena dahulu di Barat orang-orang yang dibaptis pada malam menjelang hari perayaan itu memakai pakaian putih. Tetapi pejabat gereja memakai pakaian warna merah, karena merujuk pada api Roh Kudus. Hari Pentakosta juga dihubungkan dengan lahirnya gereja. Umumnya perayaan Pentakosta dikaitkan dengan peran pembaharuan, persekutuan dan karunia-karunia Roh Kudus bagi orang percaya. [Sebagai aliran gereja, nama Pentakosta pada mulanya muncul pada awal abad lalu di Amerika Serikat, dan merupakan gerakan pembaharuan yang menekankan kuasa dan karunia-karunia Roh Kudus, khususnya penyembuhan ilahi dan bahasa lidah.]


Latar Belakang Yahudi

Latar belakang perayaan Pentakosta adalah suatu perayaan Yahudi, salah satu dari tiga perayaan utama: Paskah, Tujuh Minggu, dan Pondok Daun. Perayaan-perayaan dalam agama Yahudi terhubung dengan pesta-pesta kebudayaan agraris kuno, dan sebagai peringatan peristiwa-peristiwa sejarah bangsa itu. Paskah yang diperingati dalam rangka peristiwa keluaran dari Mesir adalah perayaan awal panen, dengan mempersembahkan berkas jelai (persembahan unjukan Bil 23:15), yang diakhiri dengan perayaan Tujuh Minggu (lazim disebut Shavuot), yaitu hari kelima puluh setelah Paskah, dengan mempersembahkan dua roti yang dibuat dari panen hulu hasil gandum. Hari raya Pondok Daun dirayakan seminggu setelah panen buah-buahan (anggur, zaitun, kurma dsb Ul 16: 9 dst). Di Palestina dikenal hasil bumi utama: gandum, jelai, pohon anggur, pohon ara, pohon delima, pohon zaitun, dan pohon kurma (band Ul 8:8). Tema dasar seluruh perayaan panen itu dirangkum dalam Mzr 65:10-11

Engkau mengindahkan tanah itu, mengaruniainya kelimpahan, dan membuatnya sangat kaya. Batang air Allah penuh air; Engkau menyediakan gandum bagi mereka. Ya, demikianlah Engkau menyediakannya: Engkau mengairi alur bajaknya, Engkau membasahi gumpalan-gumpalan tanahnya, dengan dirus hujan Engkau menggemburkannya; Engkau memberkati tumbuh-tumbuhannya.

Tetapi istilah Pentakosta tidak terdapat dalam Perjanjian Lama; penamaan Pentakosta (Yunani: lima puluh) berasal dari kalangan Yahudi yang tinggal di wilayah berbahasa Yunani. Dalam Perjanjian Baru nama hari raya Pentakosta disebutkan tiga kali (Kis 2:1; 20:16 dan 1Kor 16:8), semuanya menunjuk pada perayaan orang Yahudi. Dalam Perjanjian Lama, perayaan ini dikenal dengan banyak nama: Perayaan Panen (Kel. 23: 16) dan Perayaan Tujuh Minggu (Kel 34: 22; Ul 41: 10; II Taw 8: 13); Juga hari Buah Bungaran (Buah Sulung, Bil. 28: 26;). Kemudian disebut pula Perayaan Penutup atau Penutupan Masa Paskah. Di Palestina panen berlangsung tujuh minggu dan merupakan masa sukaria (Yer 5: 24; Ul 41: 9; Yes 9: 2). Masa panen dimulai dengan panen jelai selama Paskah, dan berakhir dengan panen gandum pada Pentakosta. Jadi Pentakosta adalah pesta terakhir perayaan panen, yang dirayakan selain dalam peribadahan bersama, juga dalam perayaan sosial makan bersama para undangan (band. Paskah yang lebih dirayakan dalam lingkup terbatas keluarga).

Menurut Kel 34: 18-26 (band 33: 10-17), perayaan Tujuh Minggu ini adalah yang kedua dari tiga perayaan yang dirayakan dengan tarian altar kaum pria di tempat suci. Mereka harus membawa buah sulung dari panen gandum (Ul 16:9-12), yang dilaksanakan dalam suatu upacara penyembahan yang menggabungkan tradisi pertanian dengan sejarah Israel. Kitab Ulangan 26:1-11 memuat petunjuk penyembahan dengan liturgi yang berisi “Pengakuan Iman Israel” berdasarkan sejarahnya. Pengakuan itu adalah pemilihan leluhur, pembebasan dari Mesir, pemeliharaan di padang gurun, dan pemberian Tanah Kanaan. Salah satu pokok yang tidak tercantum adalah pemberian Hukum Torat (band. Rangkuman sejarah Israel dalam Neh 9).

Dalam Im 23: 15-22 juga diatur persembahan pada perayaan ini, berupa 2 roti beragi dari tepung gandum panen perdana. Bentuknya berombak sehingga disebut “roti berombak”. Dan karena roti itu beragi tidak dapat diletakkan di mezbah (Im 2:11). Kedua ketul roti diserahkan masing-masing satu kepada Imam Besar dan satu kepada para imam lainnya. Mereka memakannya dalam kompleks tempat suci. Di samping itu, terdapat pula kewajiban memberi persembahan korban hewan (lihat Bil 28:26-31; Im 23:15-22).

Dalam tradisi Yahudi kemudian hari, perayaan Pentakosta juga dihubungkan dengan hari lahir Torat (pemberian hukum-hukum Tuhan di Sinai), yang dirayakan dengan membaca Torat semalam suntuk atau sampai tengah malam. Bagian-bagian bacaan Kitab Suci adalah sbb:

* Hari-hari Penciptaan (Kej 1:1 - 2:3);

* Keluaran dan Nyanyian di Laut Merah (Kel 14:1 - 15:27)

* Pemberian 1o Hukum di Sinai (Kel 18: 1 - 20:26; 24:1-18; 34: 27-35; Ul 5: 1 - 6:9)

* Sejarah dan bagian dari “Dengarlah” (Ul 10:12 - 11:25)

* Kkitab nabi-nabi: Yehezkiel fasal 1; Hos 1:1-3; Hab 2:20-3:19; dan Mal 3:22-24.

* Kitab Rut dibaca seluruhnya;

* Mazmur: 1, 19, 68, 119, 150.

Karena Torat dikaruniakan pada hari Pentakosta, para Rabbi Yahudi menjadikannya hari raya gembira. Seorang rabbi terkemuka menetapkan supaya dihidangkan anak lembu terbaik, karena sekiranya Torat tidak dikaruniakan Tuhan maka tidak akan muncul para rabbi terpelajar di kalangan umat itu. Perayaan Paskah dan Pentakosta, yang merupakan satu rangkaian, kemudian menjadi salah satu alasan tradisi mudik orang Yahudi diaspora ke Yerusalem setiap tahun (band Kis 2:5).

Kemudian hari berkembang kebiasaan memakan makanan olahan dan kue keju dari susu sapi untuk menghormati Torat, yang rasanya seperti “madu dan susu” (band Kid 4:11). Setelah itu baru makan daging.

Di sinagoge gulungan kitab Rut dibaca karena berisi kisah Rut sebagai orang asing yang menerima agama Yahudi, dan adanya ceritera mengenai panen, yang cocok menghubungkan Pentakosta sebagai perayaan Torat dan perayaan panen. Juga dipercaya bahwa Raja Daud, yang adalah keturunan Rut, wafat pada hari Pentakosta.

Pada perayaan Pentakosta orang Yahudi menghiasi rumah dan sinagoge dengan daun-daunan, dan pohon-pohonan, yang berhubungan baik dengan dunia pertanian maupun dengan pengalaman perjalanan keluaran di padang tiah.

Pada perayaan Pentakosta dilakukan konfirmasi (=sidi) bagi para pemuda Yahudi; suatu tradisi dari kalangan pembaru agama Yahudi. Hari Pentakosta sebagai hari lahir Torat, juga dirayakan sebagai hari lahir agama Yahudi.

Demikianlah perayaan Pentakosta Yahudi meliputi:

• Sidi bagi para pemuda (khusus komunitas Yahudi reformis)

• Pembacaan puisi liturgis pada ibadah pagi di sinagoge

• Makan makanan olahan dari susu, seperti keju dan mentega

• Pembacaan kitab Rut pada ibadah pagi

• dekorasi rumah dan sinagoge dengan daun-daunan

• Melakukan studi Torah sepanjang malam.

Beberapa Tradisi Pentakosta dalam Gereja:

* Di Italia terdapat tradisi menghambur kelopak-kelopak bunga mawar merah dari langit-langit gereja sebagai peringatan mujizat keturunan Roh Kudus. Sebab itu hari Pentakosta disebut pula Pasqua rosatum atau Pascha rossa (Paskah Merah).

* Di Perancis orang meniup terompet untuk mengingat suara angin gemuruh ketika keturunan Roh Kudus.

* Di Rusia orang membawa mawar dan ranting-ranting pohon ke gereja.

* Dalam Gereja Ortodoks Timur berlangsung doa puitis dan pembacaan Mazmur serta ibadah khususk sepanjang malam menjelang Pentakosta. Pada kebaktian Pentakosta biasanya berlangsung baptisan, dan hari Minggu Pentakosta itu disebut Hari Minggu Tritunggal.

* Di Libanon, hari Pentakosta menandai berakhirnya musim dingin. Sesudah kebaktiasn keluarga-keluarga pergi ke hutan berpiknik menikmati musim semi. Anak-anak bermain ayunan, yang digantung di cabang-cabang pohon (pinus, zaitun, araz).

* Di Polandia, Pentakosta disebut “Hari Raya Hijau”. Orang menghias rumah mereka dengan cabang-cabang hijau, sebagai tanda berkat Tuhan bagi penghuninya. Dahulu ada arak-arakan ke padang pertanian untuk memberkati tanaman.

* Di Ukraina, Pentakosta disebut Hari Minggu Hijau. Bagian dalam gereja dihiasi daun-daun yang gugur, dan pada pintu dan tangga ditaruh ranting-ranting. Pejabat gereja dan anak-anak altar memakai pakaian hijau; demikian juga sejumlah warga gereja. Hal ini untuk memperingati tiga ribu orang yang dibaptis pada hari Pentakosta; mereka memasuki kehidupan baru yang ditandai dengan warna hijau. Warna hijau juga menunjuk pada pengaruh perayaan dan pemahaman Yahudi.

* Di Negeri Belanda, Pentakosta disebut "Pinksteren", dan hari Senin besoknya adalah hari libur nasional. Karena satu-satunya hari libur sebelum hari Natal, dan yang umumnya dengan maka

di musim yang cerah, maka dilakukan bazar dan festival, terutama Pinkpop , sesuai nama Pentakosta dalam bahasa Belanda, Pinksteren.

Kesimpulan

Tradisi perayaan hari Pentakosta mengandung nilai-nilai dari latar belakang perayaan panen dan penerimaan Torat Yahudi, maupun tradisi Kristen mengenai Roh Kudus dan lahirnya Gereja. Para pemimpin gereja perlu memikirkan bagaimana pada masa kini perayaan ini (demikian juga perayaan lainnya) diberi pemaknaan dan bentuk-bentuk yang menggairahkan penghayatan serta komitmen iman. Pentakosta dapat dihubungkan dengan panen dan pemeliharaan alam, tetapi juga dengan pembaharuan hidup dan ketaatan. Kegembiraan dan fungsi sosialnya memang tidakisa menyamai perayaan Natal, namun di pedesaan dapat digabung dengan syukuran panen.

Disarikan dari berbagai sumber

oleh Zakaria J. Ngelow