07 Agustus 2009

Perkawinan Kristen

Diskusi Bulanan Litbang GKSS


Kesimpulan 1
Perkawinan ditetapkan Allah. Orang Kristen umumnya memandang perkawinan ditetapkan Allah untuk seumur hidup bagi seorang laki-laki sebagai suami dan seorang perempuan sebagai isteri. . Ada denominasi yang menerima perkawinan orang yang berjenis kelamin sama.
Kesimpulan 2
Hakekat perkawinan bersifat moral-religious.Perkawinan mempunyai kedudukan hukum sosial dalam masyarakat umum; agama Kristen menekankan bahwa aspek moral dan keagamaannya melampaui semua kepentingan lain.
Kesimpulan 3
Perkawinan dihormati dalam Alkitab, namun tidak diwajibkan. Memilih hidup lajang atau menduda/ menjanda tidak dianggap tidak lengkap dalam Kristus, atau kegagalan pribadi. Alkitab tidak menginformasikan bahwa Yesus kawin.
Kesimpulan 4
Jangan cerai. Perceraian dipandang tidak ideal, ada yang menolaknya sama sekali, ada pula yang realistik menerima kenyataan bahwa perceraian kadang-kadang terpaksa terjadi.
Kesimpulan 5
Hubungan seks hanya boleh berlangsung di dalam perkawinan.
Kesimpulan 6
Kedudukan suami dan isteri terus diperdebatkan antara posisi dominan suami ke posisi kesederajatan suami dan isteri.

Perjanjian Lama
Penciptaan
Laki-laki dan Perempuan diciptakan Allah dalam gambar dan rupa Allah. Perempuan diciptakan dari rusuk Adam. Perkawinan adalah penyatuan laki-laki dan perempuan. Manusia diberkati: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, …”
Torat
Kitab-kitab Torat, khususnya Imamat dan Bilangan dan mengatur berbagai hukum perkawinan dan hubungan seks. Dalam 10 Hukum Allah, hukum ke-7 menyangkut perkawinan: “Janganlah berzinah”. (Kel 20:14; Ul 5: 18).

Kidung Agung
Kitab Kidung Agung mengagungkan cinta kasih antara laki-laki dan perempuan, dan dalam gereja diterima menjadi simbol kasih Allah terhadap manusia, dan khususnya hubungan Kristus dengan jemaat-Nya.

Yesus-Paulus
Yesus
Yesus memakai gambaran perkawinan untuk dalam mengajarkan kerajaan Allah (Mt 22:1-14; 25:1-13). Dia mulai pelayanan-Nya dengan mujizat pada perkawinan di Kana (Yo 2: 1 dst)
Dalam Khotbah di Bukit, Yesus memberi ajaran baru mengenai perkawinan: jangan mata keranjang (Mt 5:27-28); dan jangan bercerai kecuali zinah, dan jangan mengawini yang berzinah (Mt 5: 31-32)
Jangan cerai
Kepada orang Farisi, Yesus menekankan keluhuran dan ketetapan perkawinan, karena mereka telah jadi satu dipersatukan Allah, sehingga tidak boleh diceraikan manusia.(Mt. 19:6)
Mk 10. 6 Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan,
7 sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, (Kej 2. 24 ) 8 sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. 9 Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
Mengapa tidak Kawin?
Yesus mengajar tentang sebab-sebab orang tidak bisa kawin. Mt 19. 12 Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti."
Demi Kerajaan Allah
Lk18: 29 Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Kerajaan Allah meninggalkan rumahnya, isterinya atau saudaranya, orang tuanya atau anak-anaknya, 30 akan menerima kembali lipat ganda pada masa ini juga, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal."

Paulus
1Kor 6:15-17 menentang percabulan. Ef 5:30–32 hubungan perkawinan (suami sebagai kepala atas isteri) adalah gambaran hubungan Yesus dan jemaat. (band Why 19: 7 Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia.)
Paulus: 1Kor 7
berbagai pedoman mengenai perkawinan: perlu kawin supaya tidak cabul; suami isteri saling menguasai tubuh; janda-duda sebaiknya membujang kecuali tidak tahan diri, tidak boleh menceraikan, kawin tidak seiman menguduskan pasangan, bersunat, status hamba, waktu darurat- jangan kawin, dst
Sejarah Gereja
Pro-Selibat
Orang Kristen abad-abad pertama tidak mementingkan berkeluarga, dan lebih menyukai selibat dan kebebasan dari perkawinan. Augustinus menerima perkawinan sebagai sakramen, karena dipakai Rasul Paulus sebagai suatu simbol kasih Kristus kepada Gereja. Namun dia memilih selibat. Bapa-bapa Gereja seperti Yerome, Tertullianus atau Siprianus memandang rendah perkawinan.
Protestan
Pada dasarnya semua denominasi Protestan meyakini bahwa perkawinan ditetapkan Allah untuk menyatukan seorang laki-laki dan seorang perempuan. Mereka memandang bahwa penyatuan ini tujuan utamanya adalah memuliakan Allah karena mengasihi dunia. Tujuan lainnya termasuk hubungan intim, membesarkan anak-anak, dan saling mendukung untuk menjalankan panggilan masing-masing.
Umumnya kalangan Protestant mendukung KB dan menganggap kenikmatan hubungan seks dalam perkawinan adalah pemberian Allah.
Protestan Konservatif
Protestant konservatif lebih ketat mengenai perkawinan, sebagai suatu perjanjian suci antara isteri, suami dan Allah. Hubungan seks hanya pantas dalam ikatan perkawinan.
Perceraian
Sekali pun tidak mengizinkan perceraian, kebanyakan gereja Protestan mengizinkan perceraian dan perkawinan ulang. Perceraian dibolehkan hanya dalam kasus khusus, misalnya imoralitas seksual atau ditinggalkan pasangan yang tak beriman.

Kedudukan Suami dan Isteri
Peran dan tanggungjawab suami dan isteri diperdebatkan antara (1) pandangan tradisional dominasi suami / ketundukan isteri, dengan (2) pandangan yang lebih menyukai kesetaraan suami dan isteri.
Dua Pandangan
Pandangan berbeda mengenai kedudukan pasangan dalam perkawinan itu terbagi atas kelompok Complementarians (yang menekankan ke-kepala-an suami dan ketundukan isteri) dan Christian Egalitarians, yang percaya pada kesetaraan dalam kemitraan penuh, di mana pasangan suami isteri dapat menemukan dan merundingkan peran dan tanggungjawab masing-masing dalam perkawinan.
Complementarian
Pandangan Complementarian (dikenal pula sebagai Traditionalist atau Hierarchical) menekankan bahwa kepemimpinan suami dituntut Alkitab dalam perkawinan. Dan walau pun percaya bahwa laki-laki dan perempuan setara di hadapan Allah – karena keduanya diciptakan menurut gambar dan rupa Allah – tetapi keduanya berbeda fungsi dalam perkawinan.
Suami diberikan Allah tanggungjawab untuk menyediakan kebutuhan, melindungi dan memimpin keluarganya. Para isteri diharapkan menghormati kekuasaan suaminya dan tunduk kepadanya.
Banyak penganut Complementarian yang juga menafsirkan Alkitab bahwa perempuan dilarang memegang jabatan kekuasaan dalam gereja dan dunia politik.
Christian Egalitarians
Christian Egalitarians yakin pada kemitraan penuh dalam perkawinan yang setara sebagai yang benar menurut Alkitab. Tidak ada yang unggul di atas yang lain. Sebagai pribadi keduanya sama nilainya. Sebenarnya mereka satu adanya.
Kesetaraan ituyang memungkinkan suami dan isteri dapat terikat dalam perkawinan yang paling intim, menyeluruh, dan saling menggenakan.
Mereka yakin bahwa pernyataan Rasul Paulus dalam Galatia 3:28 berlaku pula dalam perkawinan: “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.”

Isu Pastoral Perkawinan
Pembinaan Pemuda/Remaja; Kecelakaan KM7; Kesetaraan Gender; Perlindungan Anak dan KDRT; Mau Cerai?; Janda dan Duda; …


Terima kasih

Diskusi

1. Istilah kawin atau nikah? Alkitab Terjemahan Baru LAI hanya satu kali memakai nikah (Kid 3:11). Kata kawin, perkawinan dsb lebih sering dipakai, baik dalam arti nikah, maupun bersetubuh. Terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari memakai kata kawin tetapi cukup banyak pula kata nikah.
2. Apakah perempuan yang sedang hamil boleh bercadar ketika diberkati nikahnya? Bolehkah janda/duda diberkati nikahnya dengan penumpangan tangan? Pertanyaan-pertanyaan ini harus diluruskan dengan memahami arti pemberkatan nikah sebagai janji Allah untuk menyertai pasangan itu dalam rumah tangganya. Jadi kalau nikahnya diberkati maka dengan atau tanpa cadar tidak meniadakan janji Tuhan; dan pemberkatan harus dilakukan sebagaimana biasanya tindakan pemberkatan.
3. Bolehkah kawin lagi kalau isteri tidak punya anak? Tidak. Jika perkawinan diberkati dengan anak, pujilah Tuhan; jika tidak ada anak, pujilah Tuhan. Kalau ingin anak, adopsi …
4. Bagaimana dengan cerai dan hukum? Gereja tidak menceraikan. Gereja menggembalakan supaya pasangan yang mau cerai bisa rujuk. Kalau pasangan itu toh mau cerai, gereja menasihati supaya melakukannya di hadapan hukum (melalui pengadilan) supaya hak-hak hukum masing-masing tidak terabaikan.
5. Konflik rumah tangga karena mertua? Dalam penggembalaan perkawinan, pasangan itu diingatkan untuk dekat kepada keluarga, tetapi rumah tngganya jangan dicampuri oleh keluarga.
6. Apakah gereja menerima kawin campur? Mungkin belum. Tetapi fakta adanya kawin campur harus dilayani. Kalau bisa juga diberkati, dalam arti seperti di atas: janji Allah untuk menyertai pasangan itu. Orang tidak beriman dikuduskan oleh pasangannya (1Kor 7:14).
7. Bagaimana kalau ada pasangan yang mau menikah tapi surat-suratnya tidak lengkap? Dalam kasus orang cuma numpang lewat menikah di jemaat anda, hati-hatilah. Jangan nikahkan orang yang sudah ditolak di mana-mana. Sekurang-kurangnya ada keterangan dari fihak pemerintah atau fihak gereja untuk menjadi pegangan menikahkan.
8. Menyangkut kesetaraan gender, perlindungan anak, dan KDRT bisakah majelis dibina? Ya, seharusnya. Kalau perlu panggil orang yang mengenrti hukum memberi penjelasan kepada majelis dan warga gereja.
9. Kalau orang “jajan”, perlukan memakai kondom supaya tidak terjangkit HIV/AIDS? Pertanyaan ini salah alamat. Mungkin cocok untuk penyuluhan nkesehatan. Di dalam gereja bukan soal perlu memekai kondom kalau “jajan” melainkan menegaskan bahwa “jajan” itu zinah, dosa.
10. Bagaimana melayani pasangan yang “kecelakaan di KM 7”? Di gereja tertentu tidak diberkati; bahkan orangtuanya disiasat.
11. Mujizat Yesus di Kana: apakah berarti harus manis terus sampai tua? Ya, tapi bedakan kemesraan pasangan muda dengan pasangan opa-oma …
12. Ada gadis yang mempraktekkan coitus interruptus supaya tidak hamil, bagaimana pastoralnya? Tegaskan bahwa persetubuhan hanya boleh di dalam perkawinan.
13. Bagaimana perkawinan sesama jenis kelamin? Ada gereja di luar negeri yang terima. Tapi sebaiknya gereja kita tegaskan bahwa perkawinan hanya boleh antara laki-laki dan perempuan.
14. Apakah anak di luar nikah haram? Persetubuhan di luar nikah haram, tetapi anak adalah karunia Tuhan: manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
15. Bagaimana dengan orang membujang? Kawin atau membujang adalah pilihan yang sama statusnya di hadapan Tuhan.
16. Apakah boleh menyisipkan acara keluarga, misalnya sungkeman di dalam liturgi? Gereja tidak kaku tetapi juga tidak membakukan liturgi. Perlu dipertimbangkan majelis jemaat. Kalau sisipan menimbulkan masalah, jangan di dalam liturgi, melainkan sebelum atau sesudahnya. Maka di gereja dapat berlangsung 3 acara: sungkeman, pemberkatan, pencatatan sipil. [“Fatwa” Sekum GKSS: jangan menyisipkan acara lain ke dalam liturgi yang sudah ditetapkan persidangan sinode. Kalau mau perubahan, nanti dibahas lagi dalam sidang sinode.]
17. Apa boleh menikah bukan di gedung gereja? Boleh saja, asal dengan persetujuan majelis jemaat, karena pemberkatan dalam kebaktian jemaat yang dipertanggunjawabkan oleh majelis.

Zakaria Ngelow