31 Oktober 2007

Pembinaan Warga Gereja (GBKP)

http://www.gbkp.or.id/Pembinaan-Warga-Gereja-PWG.html

Pembinaan Warga Gereja (PWG)
Ditulis Oleh Humas GBKP
Sabtu, 07 Juli 2007

Semua pelayanan gereja adalah pembinaan warga gereja agar mampu melaksanakan tugas panggilan Tuhan. Pembinaan merupakan usaha gereja untuk mendewasakan warga gereja, agar melalui proses belajar dan mengalami perubahan diri yang terus menerus, warga gereja mau dan mampu bersaksi, bersekutu dan melayani di tengah-tengah gereja dan masyarakat. Melalui pembinaan yang terencana dan terus menerus, warga gereja dapat menjadi panutan dan dapat:
1. Berperan aktif menyatakan kesaksiannya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara melalui talenta dan profesi masing-masing dalam kehidupan sehari-hari. (Bidang Kesaksian).
2. Berperan aktif dalam kehidupan berjemaat (Bidang Persekutuan).
3. Berperan aktif dalam pelayanan kasih (Diakonia) dalam kehidupan berjemaat dan bermasyarakat.
Kenyataan yang nampak dalam jemaat bahwa warga gereja belum semua mampu berperan aktif dalam pelayanan ditengah-tengah gereja, masyarakat dan negara. Pembinaan yang terarah dan terencana belum menjangkau anggota jemaat secara merata. Pembinaan yang terpadu juga belum dapat berjalan maksimal yang dilakukan oleh Pusat Pembinaan Warga Gereja dan PWG-PWG di Klasis dan Jemaat (Runggun). Pembinaan masih bersifat sektoral menurut badan/unit pelayanan masing-masing, seperti oleh unit/badan pelayanan kesaksian, persekutuan atau pelayanan (diakonia). Untuk lima tahun kedepan, pembinaan warga gereja akan dilaksanakan lebih terarah, terencana, dan terpadu oleh PPWG dan seksi-seksi PWG di Klasis-Klasis dan di Jemaat-Jemaat (Runggun-Runggun), dan bidang-bidang pelayanan lainnya menurut wilayah pelayanan.

Agar usaha pembinaan mencapai sasaran, maka dibuat program dan sarana yang akan dilaksanakan oleh PWG Sinode, Klasis dan Majelis (Runggun) sebagai berikut:
1. Mengadakan seminar dalam rangka menyatukan visi dan missi serta menentukan masalah, melihat potensi, peluang dan menentukan prioritas program jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
2. Mengadakan pelatihan kepada Pelayan Khusus Penuh Waktu (PKPW) agar mampu menjadi pelatih-pelatih pembinaan warga gereja di klasis-klasis atau di jemat-jemaat.
3. Mempersiapkan materi-materi pembinaan sesuai dengan wilayah pelayanan (Sinodal, Klasis dan Majelis/Runggun).
4. Mengadakan pembinaan kepada pelayan khusus dengan topik-topik seperti (Panggilan menjadi pelayan khusus).
5. Lokakarya pekabaran injil masa kini, pelatihan pekabaran injil, seminar budaya, dialog antar agama. (bidang kesaksian).
6. Pelatihan berkhotbah, pelatihan perkunjungan rumah tangga, pelatihan menjadi guru katekisasi (bidang persekutuan).
7. Lokakarya theologia diakonia masa kini, penyuluhan hukum, seminar sosial ekonomi, penyuluhan pertanian, diskusi politik (bidang diakoni).
8. Kepemimpinan gereja, tata gereja GBKP, GBP 2005 – 2010, theologi persembahan, administrasi gereja.
9. Melaksanakan pembinaan-pembinaan kepada warga gereja secara umum dengan topik-topik seperti: Theologia GBKP, Penjemaatan Tata Gereja GBKP, Persembahan, Keluarga Bahagia, Gereja dan Adat/Budaya, Globalisasi.
10. Mengadakan pembinaan kategorial profesi.
11. Melengkapi sarana-sarana pembinaan di semua wilayah pelayanan (Sinode, Klasis dan Majelis/Runggun) seperti gedung pertemuan dan peralatan-peralatan yang mendukung usaha pembinaan.
12. Membuat program pembinaan “satu atap” dengan Biro PWG sehingga pembinaan dapat dilakukan secara terarah dan terpusat. Serta kedepannya dapat dibuat paket program pembinaan.

Kurikulum Katekisasi GPIB

ehttp://geocities.com/gpibimmanueldepok/kur_katek.htm


Kurikulum Katekisasi GPIB

Salah satu kegiatan pembinaan yang dilaksanakan oleh GPIB ialah Katekisasi bagi warga jemaatnya.Persidangan Sinode XIV GPIB tahun 1986 telah menetapkan Kurikulum Katekisasi GPIB. Kurikulum ini disesuaikan dengan Pemahaman Iman GPIB yang juga ditetapkan pada PS XIV. Pada tahun 1991 dapatlah dirampungkan Kurikulum Katekisasi tersebut dan diterbitkan dengan judul Bahan Pelajaran Katekisasi (Buku I dan Buku II). Pelajaran Katekisasi berdasarkan kurikulum senantiasa dievaluasi oleh Majelis Sinide untuk perbaikan/peningkatan. Hasilnya adalah seperti yang diutarakan di bawah ini dan akan ditetapkan pada Persidangan Sinode XVIII tahun 2005.
Katekisasi Sidi merupakan salah satu wadah Pembinaan Warga Gereja (PWG) yang strategis. Sebab melalui wadah ini gereja memperlengkapi warganya, khususnya calon sidi gereja agar mereka memiliki pemahaman iman yang benar kepada Tuhan Yesus Kristus dan siap untuk melaksanakan panggilan dan pegutusan gereja di tengah-tengah pergumulan masyarakat dan bangsa Indonesia dan dunia umumnya.
Bahan pelajaran terdiri dari 7 (tujuh) Pokok Bahasan yang mengacu kepada Pemahaman Iman GPIB dan Tujuan Pembelajaran Umum untuk setiap Pokok Bahasan. Setiap Pokok Bahasan terdiri dari beberapa Sub Pokok Bahasan dan Tujuan Pembelajaran Khusus. Ketujuh Pokok Bahasan tersebut adalah : ALKITAB-KESELAMATAN-GEREJA-MANUSIA-ALAM DAN SUMBER DAYA-BANGSA DAN NEGARA-MASA DEPAN

Alkitab ditempatkan sebagai Sub Pokok Bahasan pertama karena :
Alkitab (perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) merupakan sumber Ajaran Kristen
Sebelum katekumen memahami ajaran gereja (GPIB) tentang Keselamatan, Gereja, Manusia, Alam dan Sumber Daya, Bangsa dan Negara,dan Masa Depan, katekumen terlebih dahulu dibimbing untuk memahami Alkitab (PA dan PB)
Firman Allah sebagai pokok terakhir dalam Pemahaman Iman GPIB tidak menjadi pokok bahasan tersendiri tetapi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pokok bahasan tentang Alkitab.
Evaluasi Hasil Kegiatan Belajar Mengajar diadakan sebanyak 4 (empat) kali dan merupaka kumulasi dari Hasil Evaluasi Kegiatan Belajar Mengajar beberapa Sub Pokok Bahasan.

Masa belajar :
Kurikulum Katekisasi ini berisikan 36 kali pertemuan (tatap muka). Pertemuan ke-1 (Pertemuan Awal) adalah pertemuan antara para pembina katekisasi sidi dengan peserta katekisasi (katekumen) dan orang tua mereka untuk menjelaskan apa itu Katekisasi Sidi dan segala yang terkait dengan pelaksanaan katekisasi sidi termasuk kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap katekumen dan orang tua.
Pertemuan ke-36 (Pertemuan Akhir) antara para pembina katekisasi sidi dengan katekumen dan orang tua untuk menjelaskan apa itu retreat yang harus diikuti oleh setiap katekumen sebelum mereka mengikuti peneguhan sidi dan segala yang terkait dengan retreat tersebut dan Hasil Evaluasi Kegiatan Belajar Mengajar.
Setiap katekumen wajib mengikuti seluruh kegiatan belajar mengajar sebanyak 30 kali pertemuan dengan catatan : toleransi terhadap ketidak hadiran Katekumen dalam Kegiatan Belajar Mengajar karena izin, sakit, dan lain-lain, adalah sebanyak 6 (enam) kali pertemuan. Itu berarti Katekumen yang tidak mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar sebanyak 30 kali pertemuan , tidak diperbolehkan untuk mengikuti Peneguhan Sidi.
Katekumen yang tidak diperbolehkan mengikuti Peneguhan Sidi karena tidak mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar sebanyak 30 kali pertemuan, akan diberi kesempatan untuk mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar secara lengkap supaya dapat diikut sertakan dalam Peneguhan Sidi.

Pembina :
Sebagai Pembina Utama Katekisasi Sidi adalah Pendeta / Ketua Majelis Jemaat
Pembina Utama dibantu oleh Tim Pembina yang terdiri dari :
Pendeta yang bukan Ketua Majelis Jemaat
Pendeta GPIB dalam Pelayanan Umum
Pendeta GPIB yang telah Emiritus
Penatua / Diaken yang memiliki kemampuan sebagai Pembina Katekisasi Sidi
Warga Sidi Jemaat yang memiliki kemampuan sebagai Pembina Katekisasi Sidi
Para calon Pembina harus memiliki Sertifikat sebagai Pembina Katekisasi Sidi yang diadakan oleh Majelis sinode GPIB atau Mesyawarah Pelayanan (Mupel) Jemaat-Jemaat GPIB

Sebelum Kegiatan Belajar Mengajar dimulai , Pembina Utama bersama Tim Pembina mengadakan pertemuan untuk membicarakan Kegiatan Belajar Mengajar bersama Katekumen dan Evaluasi Hasil Kegiatan Belajar Mengajar termasuk menyiapkan Satuan Pelajaran.

Evaluasi :
Evaluasi Kegiatan Belajar Mengajar para Katekumen mencakup :
Aspek Kognitif
Aspek Afektif
Aspek Psikomotorik
Evaluasi Kegiatan Belajar Mengajar dilakukan sebagai berikut :
Akhir dari setiap Sub Pokok Bahasan (Test Formatif)
Akhir dari beberapa Sub Pokok Bahasan
Akhir dari seluruh Kegiatan Belajar Mengajar (Test Sumatif)
Pembina Utama dan Tim Pembina membahas Hasil Evaluasi Kegiatan Belajar Mengajar utuk menentukan KELULUSAN Katekumen untuk mengikuti Peneguhan Sidi.

Konteks :
Kurikulum Katekisasi Sidi ini diperuntukkan bagi warga jemaat GPIB di semua wilayah pelayanan GPIB (kota besar sampai pedesaan) yang berusia 16 tahun ke atas dan belum menjagi warga sidi Gereja.

Tujuan :
TUJUAN INSTITUSIONAL (VISI) GPIB
TUJUAN KURIKULER (KATEKISASI) :
Memperlengkapi warga gereja (GPIB)
menjadi warga sidi ereja yang bertanggung jawab,
dengan bekal pengetahuan Alkitab (PL dan PB) yang cukup,
pemahaman yang benar tentang Firman Allah yang diberitakan melalui Alkitab,
dan pemahaman iman yang benar kepada Tuhan Yesus Kristus berdasarkan Alkitab,
serta siap dan terampil untuk berperan sebagai saluran keselamatan (menjadi saksi Kristus) di tengah - tengah pergumulan masyarakat dan bangsa Indonesia khususnya dan dunia umumnya.


Bahan Pelajaran Katekisasi (Buku Kuning dan Buku Oranye)

KESELAMATAN

Ketritunggalan Allah
Allah Bapa
Yesus Kristus
Roh Kudus
Sakramen

GEREJA

Panggilan dan Pengutusan Gereja
Penyelenggaraan Gereja
Sejarah Gereja Umum
Sejarah Gereja Indonesia
Sejarah GPIB
PGI dan Gerakan Keesaan
Gereja dan Ajaran Sesat

MANUSIA

Manusia bertanggung-jawab
Manusia makhluk berdosa

ALAM DAN SUMBER DAYA

Sumber daya alam
Sumber daya insani

NEGARA DAN BANGSA

Hubungan Gereja dan Negara
Gereja dan Pancasila (warga negara bertanggung jawab
Pergaulan muda mudi
Nikah sebagai kehendak Tuhan
Nikah Negara
Nikah campuran
Kerukunan nasional

MASA DEPAN

Penyelamatan Allah dalam dan melalui manusia
Pengharapan Kristen
Hari Tuhan


FIRMAN ALLAH

Alkitab dan Firman Allah
Dasa Titah
Doa Bapa KamiPengakuan Iman Kristen
Pemahaman Iman

***

95 Dalil Luther

http://www.sarapanpagi.org/martin-luther-s-95-theses-95-dalil-luther-vt1174.html

Bantahan Dr. Martin Luther Mengenai Pertobatan dan Surat Pengampunan Dosa

Dengan keinginan dan tujuan untuk menguraikan kebenaran, perdebatan akan diadakan di Wittenberg berdasarkan pernyataan yang disetujui di bawah kepemimpinan Bapa Martin Luther, rahib Ordo St. Agustinus, Master of Arts and of acred Theology, dosen Universitas Wittenberg. Selain itu, ia meminta kepada orang yang tidak bisa hadir dan meakukan diskusi dengan kami secara lisan ten tang topik itu supaya melakukannya melalui surat untuk menggantikan ketidakhadiran mereka. Dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus. Amin.

1. Tuhan dan Guru kita Yesus Kristus, ketika Ia mengucapkan "Bertobatlah," dan seterusnya, menyatakan bahwa seluruh hidup orang-orang yang percaya harus diwarnai dengan pertobatan.
2. Kata ini tidak boleh dimengerti mengacu kepada hukuman sakramental; maksudnya, berkaitan dengan proses pengakuan dan pelepasan (dosa), yang diberikan oleh imam-imam yang dilakukan di bawah pelayanan imam-imam.
3. Dan, pertobatan tidak hanya mengacu pada penyesalan batiniah; tidak, penyesalan batiniah semacam itu tidak ada artinya, kecuali secara lahiriah menghasilkan pendisiplinan diri terhadap keinginan daging.
4. Jadi, hukuman itu terus berlanjut selama ada kebencian pada diri sendiri - maksudnya, penyesalan batin yang sejati berlanjut: yaitu, sampai kita masuk ke dalam kerajaan surga.
5. Paus tidak memiliki kekuatan maupun kuasa untuk mengampuni kesalahan apa pun, kecuali yang telah ia diberikan dengan otoritasnya sendiri, atau oleh peraturan.
6. Paus tidak memiliki kuasa untuk mengampuni dosa apa pun, kecuali dengan menyatakan dan menjaminnya te1ah diampuni Allah; atau setidaknya ia dapat memberikan pengampunan pada kasus-kasus yang menjadi tanggung jawabnya, da1am kasus tersebut, jika kuasanya diremehkan, kesalahan akan tetap ada.
7. Allah tidak pernah mengampuni dosa apa pun, tanpa pada saat yang sama Dia menundukkan diri manusia itu, merendahkan diri da1am sega1a sesuatu, kepada otoritas imam, wakilnya.
8. Peraturan pengakuan dosa hanya dikenakan pada orang yang hidup dan tidak seharusnya dikenakan pada orang yang mati; menurut peraturan tersebut.
9. Oleh karena itu Roh Kudus berkarya da1am diri Paus me1akukan hal yang baik bagi kita, sejauh da1am keputusannya, Paus se1a1u membuat perkecualian terhadap aturan ten tang kematian dan nasib seseorang.
10. Imam-imam bertindak salah dan tanpa pengetahuan,jika dalam kasus orang yang sekarat, mengganti hukuman kanonik dengan api penyucian.
11. Benih ilalang tentang mengubah hukuman kanonik menjadi hukuman di api penyucian tampaknya tentu saja telah ditaburkan sementara para uskup tertidur.
12. Pada mulanya, hukuman kanonik dikenakan bukan sesudah, melainkan sebe1um pengampunan, sebagai ujian untuk pertobatan mendalam yang sejati.
13. Orang yang sekarat melunasi semua hukuman dengan kematian, dianggap sudah mati sesuai hukum kanon dan mendapat hak dilepaskan dari hukum kanon.
14. Kebaikan atau kasih yang tidak sempurna dari orang yang sekarat pasti menyebabkan ketakutan yang besar; dan makin sedikit kebaikan atau kasihnya, makin besar ketakutan yang diakibatkannya.
15. Rasa takut dan ngeri tersebut sudah cukup bagi dirinya sendiri, tanpa berbicara hal-hal lain, tanpa ditambah penderitaan di api penyucian karena hal itu sangat de kat dengan kengerian keputusasaan.
16. Neraka, api penyucian, dan surga tampak berbeda seperti halnya keputusasaan, hampir putus asa, dan kedamaian pikiran itu berbeda.
17. Jiwa da1am api penyucian, tampaknya harus seperti ini: saat kengerian menghilang, kasih meningkat.
18. Namun, hal itu tampaknya tidak terbukti dengan penalaran apa pun atau ayat Alkitab mana pun, api penyucian berada di luar kebaikan seseorang atau meningkatnya kasih.
19. Hal itu juga tidak terbukti; bahwa jiwa dalam api penyucian yakin dan mantap dengan berkat mereka sendiri; mereka semua, bahkan jika kita bisa sangat yakin dengan hal tersebut.
20. Oleh karena itu Paus, ketika ia berbicara ten tang pengampunan sepenuhnya dari semua hukuman, itu bukan sekadar bermakna semua dosa, melainkan hanya hukuman yang ia jatuhkan sendiri.
21. Jadi, para pengkhotbah pengampunan dosa, yang berkata bahwa dengan surat pengampunan dosa dari Paus, seseorang dibebaskan dan diselamatkan dari semua hukuman, melakukan kesalahan.
22. Sebab sesungguhnya ia tidak menghapuskan hukuman, yang harus mereka bayar dalam kehidupan sesuai dengan peraturan, bagi jiwa-jiwa di api penyucian.
23. Jika pengampunan sepenuhnya bagi semua hukuman bisa diberikan kepada seseorang, sudah tentu tidak akan diberikan kepada seorang pun kecuali orang yang paling sempurna - yaitu, kepada sangat sedikit orang.
24. Oleh karena itu sebagian besar orang pasti tertipu dengan janji pembebasan dari hukuman yang bersifat tidak pandang bulu dan sangat manis itu.
25. Kekuasaan seperti itu dimiliki Paus atas api penyucian secara umum, seperti halnya dimiliki setiap uskup di keuskupannya dan setiap imam di jemaatnya sendiri, secara khusus.
26. Paus bertindak dengan benar dengan memberikan pengampunan dosa kepada jiwa-jiwa, bukan dengan kekuasaan kunci-kunci (yang tak ada gunanya dalam hal ini), meLainkan dengan doa syafaat.
27. Orang yang berkata bahwa jiwa seseorang terlepas dari api penyucian segera setelah uang dimasukkan ke dalam peti yang menimbulkan bunyi gemerencing, berkhotbah dengan gila.
28. Sudah tentu, ketika uang yang dimasukkan dalam peti menimbulkan bunyi gemerencing, ketamakan, dan keuntungan mungkin meningkat, tetapi doa syafaat gereja tergantung pada kehendak Allah semata-mata.
29. Siapa tahu apakah semua jiwa di api penyucian ingin dibebaskan darinya atau tidak, sesuai dengan cerita yang dikisahkan tentang Santo Severinus dan Paschal?
30. Tidak ada seorang pun yang yakin tentang realita perasaan berdosanya sendiri, terlebih-lebih pencapaian pengampunan dosa seluruhnya.
31. Seperti halnya petobat sejati itu jarang, demikian juga orang yang sungguh-sungguh membeli surat pengampunan dosa itu jarang - maksudnya, sangat jarang.
32. Orang yang percaya bahwa, melalui surat pengampunan dosa, mereka dijamin mendapatkan keselamatan mereka, akan dihukum secara kekal bersama dengan guru-guru mereka.
33. Kita harus secara khusus berhati-hati terhadap orang yang berkata bahwa surat pengampunan dari Paus ini merupakan karunia Allah yang tak ternilai harganya, yang menyebabkan seseorang diperdamaikan dengan Allah.
34. Sebab kasih karunia yang disalurkan melalui pengampunan ini hanya berkaitan dengan hukuman untuk memenuhi hal-hal yang bersifat sakramen, yang ditentukan oleh manusia.
35. Orang yang mengajar bahwa penyesalan yang mendalam itu tidak diperlukan oleh orang-orang yang membeli jiwa-jiwa keluar dari api penyucian atau membeli lisensi pengakuan, tidak mengkhotbahkan doktrin Kristen.
36. Setiap orang Kristen yang merasakan penyesalan yang sejati akan mendapatkan pengampunan dosa seluruhnya yang sejati dari penderitaan dan rasa bersalah, bahkan meskipun tanpa surat pengampunan dosa.
37. Setiap orang Kristen sejati, entah yang hidup atau yang mati, mendapatkan bagian dalam semua berkat Kristus dan gereja yang diberikan kepadanya oleh Allah meskipun tanpa surat pengampunan dosa.
38. Namun, pengampunan dosa, yang dilakukan oleh Paus, tidak boleh dipandang rendah dengan cara apa pun sebab pengampunan, seperti saya katakan, merupakan pernyataan pengampunan dosa dari Allah.
39. Menekankan dampak pengampunan dosa yang besar dan pada saat yang sama menekankan pentingnya penyesalan yang sejati di mata orang-orang, merupakan hal yang paling sulit, bahkan juga untuk teolog yang paling terpelajar sekalipun.
40. Penyesalan yang sejati mendambakan dan mencintai hukuman, sementara hadiah pengampunan dosa menjadikannya lega dan membuat manusia membencinya, atau paling tidak memberikan kesempatan bagi mereka untuk membencinya.
41. Pengampunan dosa apostolikharus dinyatakan dengan penuh hati-hati,jika tidak, orang-orang secara salah akan menduga hal itu diletakkan pada perbuatan baik kasih lainnya.
42. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa Paus tidak pernah berpikir bahwa pembelian surat pengampunan dosa dalam cara apa pun bisa dibandingkan dengan karya kasih karunia.
43. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa orang yang memberi kepada orang miskin, atau memberi pinjaman kepada orang yang kekurangan, berbuat lebih baik daripada jika ia membeli surat pengampunan dosa.
44. Karena, me1alui kasih, kasih meningkat, dan manusia menjadi lebih baik; sementara melalui surat pengampunan dosa, ia tidak menjadi lebih baik, tetapi hanya lebih bebas dari hukuman.
45. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa orang yang memandang seseorang yang kekurangan dan melewatinya, memberikan uang untuk mendapatkan pengampunan dosa, tidak sedang membeli surat pengampunan dosa dari Paus untuk dirinya sendiri, tetapi murka Allah.
46. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa, kecuali mereka memiliki kekayaan yang berlimpah, mereka terikat untuk melakukan hal yang perlu untuk dipakai bagi keperluan rumah tangga mereka sendiri dan dengan cara apa pun tidak boleh menghamburkannya untuk mendapatkan surat pengampunan.
47. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa, meskipun mereka bebas untuk membeli surat pengampunan dosa, mereka tidak diwajibkan untuk melakukannya.
48. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa Paus, dalam memberikan pengampunan, memiliki kebutuhan lebih banyak dan keinginan lebih banyak agar doa yang tekun dinaikkan baginya, daripada uang yang sudah siap untuk dibayarkan.
49. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa pengampunan dari Paus itu berguna,jika mereka tidak meletakkan kepercayaan mereka penyucian; tetapi paling berbahaya, jika melaluinya mereka kehilangan rasa takut mereka kepada Allah.
50. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa,jika Paus mengetahui tuntutan para pengkhotbah pengampunan dosa, ia akan lebih menyukai jika Basilika St. Petrus dibakar sampai menjadi abu, daripada dibangun dengan kulit, daging, dan tulang domba-dombanya.
51. Orang-orang Kristen harus diajar bahwa, seperti halnya merupakan kewajiban, demikian juga itu merupakan harapan Paus yang jika perlu menjual Basilika St. Petrus dan memberikan uangnya sendiri kepada banyak orang, yang darinya para pengkhotbah pengampunan dosa menarik uang.
52. Sia-sialah harapan untuk mendapatkan keselamatan melalui surat-surat pengampunan dosa, bahkan sekalipun itu komisaris, tidak, bahkan Paus sendiri - harus menjanjikan jiwanya sendiri bagi mereka.
53. Orang yang, demi memberitakan pengampunan dosa, mengutuk firrnan Allah untuk meredakan ketenangan di gereja lainnya, adalah musuh Kristus dan Paus.
54. Kesalahan dilakukan terhadap firman Allah jika, dalam khotbah yang sama, waktu yang sama atau lebih lama dihabiskan untuk membahas surat pengampunan daripada untuk membahas firman Allah.
55. Menurut pikiran Paus jika surat pengampunan, yang merupakan masalah yang sangat kecil, dirayakan dengan satu bel, satu prosesi, dan satu seremoni; Injil, yang merupakan masalah yang sangat besar, seharusnya diberitakan dengan ratusan bel, ratusan prosesi, dan ratusan seremoni.
56. Kekayaan gereja yang menyebabkan Paus mengeluarkan surat pengampunan dosa, tidak cukup didiskusikan atau dikenal di antara umat Kristus.
57. Tampak jelas bahwa kekayaan tersebut bukanlah kekayaan semen tara; sebab kekayaan tersebut tidak untuk dibagikan secara gratis, tetapi hanya ditimbun oleh banyak pengkhotbah surat pengampunan dosa.
58. Kekayaan itu juga bukan kebaikan Kristus dan para Rasul; sebab tanpa peran Paus, kebaikan selalu menghasilkan kasih karunia kepada manusia rohani; dan salib, kematian, dan neraka bagi manusia lahiriah. 59. St. Lawrence berkata bahwa harta benda gereja adalah orang-orang miskin di gereja, tetapi ia berbicara menurut penggunaan kata itu pada zamannya.
60. Kami tidak tergesa-gesa berbicara jika kami berkata bahwa kunci gereja, yang diserahkan melalui kebaikan Kristus, adalah kekayaan itu. 61. Sangat jelas bahwa kuasa Paus pada hakikatnya sudah memadai untuk mengampuni hukuman dan kasus-kasus yang khusus diberikan padanya.
62. Kekayaan gereja yang sejati adalah Injil Kudus dari kemuliaan dan kasih karunia Allah.
63. Namun, kekayaan itu paling dibenci karena membuat orang yang pertama menjadi yang terkemudian.
64. Sementara kekayaan surat pengampunan dosa paling diterima karena membuat yang terakhir menjadi yang pertama.
65. Oleh karena itu kekayaan Injil adalah jala, yang pada mulanya digunakan untuk menjala orang kaya.
66. Kekayaan surat pengampunan dosa adalah jala yang sekarang digunakan untuk menjala kekayaan orang.
67. Surat pengampunan dosa, yang dipromosikan secara jelas oleh para pengkhotbah sebagai kasih karunia terbesar, dipandang sungguh-sungguh seperti itu sepanjang berkaitan dengan meningkatnya keuntungan.
68. Namun, dalam kenyataan, surat itu tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan kasih karunia Allah dan kesalehan karena salib.
69. Uskup dan imam terikat untuk menerima komisaris kepausan yang mengurusi surat pengampunan dengan segala kehormatannya.
70. Namun, mereka masih terikat untuk melihatnya dengan segenap mata mereka dan memerhatikan dengan segenap telinga mereka supaya orang-orang ini tidak mengkhotbahkan keinginan mereka sendiri, namun mengkhotbahkan apa yang diperintahkan oleh Paus.
71. Biarlah orang yang berbicara menentang kebenaran surat pengampunan dosa Paus terkucil dan terkutuk.
72. Namun, pada sisi lain, orang yang mengeluarkan segenap kemampuannya untuk menentang hawa nafsu dan penye1ewengan kebebasan para pengkhotbah pengampunan, biarlah ia diberkati.
73. Seperti halnya Paus secara adil menghardik orang yang menggunakan berbagai cara untuk merusak perdagangan surat pengampunan.
74. Terlebih-lebih jika ia menghardik orang yang, dengan dalih surat pengampunan, menggunakannya sebagai alasan untuk merusak kasih kudus dan kebenaran.
75. Berpikir bahwa sur at pengampunan Paus memiliki kuasa sedemikian sehingga mereka bisa membebaskan manusia bahkan jika - meskipun itu tidak mungkin - ia telah bersalah kepada Bunda Allah, merupakan kegilaan.
76. Sebaliknya, kami meneguhkan bahwa surat pengampunan Paus tidak bisa menghapuskan dosa paling remeh sekalipun, sepanjang hal itu terkait dengan kesalahannya.
77. Ungkapan yang mengatakan bahwa seandainya St. Petrus menjadi Paus sekarang, ia tidak bisa memberikan kasih karunia yang lebih besar, merupakan penghujatan kepada St. Petrus dan Paus.
78. Kami sebaliknya meneguhkan bahwa Paus saat ini atau Paus lain mana pun memiliki kasih karunia yang lebih besar yang dapat digunakan menurut kehendaknya - yaitu, InjiI, kuasa, karunia kesembuhan, dan sebagaimana tertulis (1 Korintus XII.9.)
79. Mengatakan bahwa salib yang dihiasi panji-panji kepausan merniliki kuasa yang sama dengan salib Kristus, merupakan penghujatan.
80. Uskup, imam, dan teolog yang mengizinkan khotbah semacam itu beredar di antara umat, harus memberikan pertanggung-jawaban.
81. Khotbah mengenai surat pengampunan dosa yang tidak terkontrol ini bukanlah hal yang mudah, bahkan juga bagi orang terpelajar, tidak bisa menyelamatkan Paus dari fitnah, atau, dalam semua peristiwa, pertanyaan kritis kaumawam.
82. Misalnya: "Mengapa Paus tidak mengosongkan api penyucian demi kasih yang paling kudus, dan kebutuhan jiwa yang mendesak - ini menjadi yang paling benar dari semua alasan - jika ia menebus jumlah jiwa yang tidak terbatas demi hal yang paling hina, uang, untuk digunakan membangun Basilika - ini menjadi alasan yang paling sepele?"
83. Sekali lagi: "Mengapa misa penguburan dan misa peringatan hari kematian masih berlanjut, dan mengapa Paus tidak mengembalikan, atau mengizinkan penarikan dana yang diwariskan untuk tujuan ini; karena hal ini merupakan kesalahan untuk berdoa bagi orang-orang yang sudah ditebus?"
84. Sekali lagi: "Apakah karena kesalehan yang baru kepada Allah dan Paus, maksudnya, demi uang, pejabat gereja mengizinkan orang yang tidak beriman dan musuh Allah untuk menebus jiwa-jiwa yang saleh dan mengasihi Allah dari api pencucian, namun tidak menebus jiwa yang saleh dan terkasih itu, berdasarkan kasih yang cuma-cuma, demi kebutuhannya jiwa-jiwa itu sendiri?"
85. Sekali lagi: "Mengapa peraturan tentang penyesalan dosa, yang sudah lama dihapuskan dan mati dalam kenyataannya karena tidak digunakan, sekarang dipatuhi lagi dengan memberikan surat pengampunan dosa, seolah-olah peraturan-peraturan tersebut masih hidup dan berlaku?" 86. Sekali lagi: "Mengapa Paus, yang kekayaannya saat ini jauh lebih banyak daripada orang yang paling kaya di antara orang kaya, tidak membangun Basilika St. Petrus dengan uangnya sendiri, sebaliknya dengan uang dari. orang-orang percaya yang miskin?"
87. Sekali lagi: "Apa yang diampuni at au dianugerahkan Paus kepada orang-orang, yang dengan penyesalan yang dalam dan sempurna, merniliki hak untuk mendapatkan pengampunan dan berkat yang sempurna?
88. Sekali lagi: "Berkat yang lebih besar apakah yang akan diterima gereja jika Paus, tidak satu kali, seperti yang ia lakukan sekarang, memberikan peng¬ampunan dosa dan berkat seratus kali sehari kepada setiap orang yang setia dalam iman?"
89. Oleh karen a keselamatan jiwa, bukannya uang, yang dicari Paus melalui surat pengampunannya, mengapa ia menunda surat-surat dan pengampunan dosa yang diberikan sejak lama karen a keduanya sama-sama manjur?
90. Untuk menindas keberatan dan argumen kaum awam dengan kekuatan semata-mata dan tidak menyelesaikannya dengan memberikan penjelasan, berarti memberi kesempatan kepada gereja dan Paus untuk dicemooh musuh-rnusuh mereka dan membuat orang-orang Kristen tidak senang.
91. jika, kemudian, pengampunan dikhotbahkan sesuai semangat dan pikiran Paus, sernua pertanyaan ini akan diselesaikan dengan mudah - tidak, bahkan tidak akan ada.
92. Jadi, menyingkirlah, semua nabi yang berkata kepada umat Kristus, "Damai, damai," dan tidak ada damai!
93. Diberkatilah semua nabi yang berkata kepada umat Kristus, "Salib, salib," dan tidak ada salib!
94. Orang-orang Kristen harus dinasihati untuk setia mengikuti Kristus Sang Kepala mereka melalui penderitaan, kematian, dan neraka.
95. Dan dengan demikian yakin untuk memasuki surga melalui penganiayaan, bukannya melalui damai sejahtera yang palsu.

PERNYATAAN
Saya, Martin Luther, Doktor, dari Ordo Rahib di Wittenberg, ingin menyatakan di depan umum bahwa dalil tertentu menentang sur at pengampunan dosa Paus, sebagaimana mereka menyebutnya, te1ah saya cetuskan. Meskipun demikian, sampai saat ini, tidak ada aliran kita yang paling terkenal dan termasyhur, ataupun kekuatan sipil dan keimaman telah mengecam saya, tetapi seperti yang saya dengar, ada beberapa orang yang memiliki sikap tidak berpikir panjang dan lancang, yang berani mengatakan bahwa saya bidat, seolah-olah masalah ini sudah diamati dan dipelajari dengan teliti. Namun, menurut saya, seperti yang sudah saya lakukan sebelumnya, demikian juga sekarang, saya memohon kepada semua orang dengan iman Kristus, agar menunjukkan kepada saya jalan yang lebih baik, jika jalan yang semacam itu sudah dinyatakan Allah kepadanya, atau paling tidak untuk memberikan pendapat mereka ten tang penilaian Allah dan gereja. Sebab saya tidak begitu terburu-buru untuk berharap bahwa pendapat saya semata yang lebih disukai daripada pendapat semua orang lain, atau tidak bodoh sehingga bersedia membiarkan firman Allah dijadikan dongeng yang direkayasa oleh penalaran manusia.

--------
Disalin dari :
John Foxe, Foxe's Book of Martyrs, Kisah Para Martir tahun 35-2001, Andi, 2001, p. 327- 335

30 Oktober 2007

Waktu bagai roda atau garis ?

http://danielharahap.blogs.friendster.com/my_blog/pembinaan_warga_gereja/index.html
WAKTU
PEMBINAAN WARGA GEREJA
Bahan: Mazmur 90:10-12, Pengkotbah 3:1-2, Pengkotbah 12:1, Yesaya 46:4, Markus 1:15, Efesus 5:16, Kolose 4:5, I Petrus 4:7, Roma 13:11-12, Yohanes 9:4, I Petrus 1:24-25, Amsal 10:5, Amsal 15:23, Amsal 17:17, Mazmur 34:2, Mazmur 92:2-3

WAKTU BAGAI RODA ATAU GARIS?
Banyak orang khususnya di jaman agraris suka melukiskan waktu bagaikan roda yang berputar tak henti-hentinya. Pagi, siang, sore dan malam datang dan pergi silih-berganti. Musim menanam dan musim menabur terus berulang. Waktu bersifat sirkuler (dari kata cyrcle) atau melingkar membentuk rutinitas, kebiasaan, dan ketenteraman. Konsepsi Alkitab (dan juga masyarakat jaman industri dan informatika) tentang waktu berbeda. Alkitab melukiskan waktu lebih mirip sebuah penggaris (belebas, ruler) atau perjalanan anak panah yang sedang melesat menuju titik sasarannya. Artinya waktu itu bergerak maju dan terus maju, dan bagi orang beriman pada akhirnya berhenti. Dengan kata lain: linear dan memiliki limit (garis yang mempunyai batas).
Apakah konsekuensi dari konsepsi waktu yang berbeda itu? Bagi orang-orang yang memahami waktu seperti roda (sirkuler) maka cenderung melihat kehidupan sebagai suatu rutinitas atau perulangan belaka (pagi, siang, sore, dan malam). Apa yang ada pada hari ini, sebenarnya sudah terjadi di waktu yang lampau, dan akan terjadi lagi di hari esok. Kemarin, hari ini dan esok sebenarnya sama saja. Masa lalu, masa kini dan masa depan sulit dibedakan. Sebab itu dalam konsepsi waktu seperti roda (sirkuler) boleh dikatakan tidak ada kemajuan, perubahan dan pembaharuan. Sebab itu juga tidak perlu ada yang dikejar atau diburu. Besok atau lusa kan masih ada. Lagi pula besok atau lusa itu toh sama saja dengan kemarin dan hari ini. Hidup berjalan dengan santai dan tenang.
Sebaliknya bagi orang-orang yang memahami dan menghayati waktu ibarat garis berujung atau “panah yang melesat menuju sasarannya” maka kehidupan merupakan suatu gerak maju. Kemarin, hari ini dan besok adalah hal yang berbeda. Masa lalu, masa kini dan masa depan adalah tidak sama. Tiap-tiap waktu merupakan tahapan yang lebih maju sampai pada ujungnya kelak. Manusia tidak dapat kembali ke belakang dan hanya punya pilihan maju ke depan. Waktu yang sudah dilalui tidak dapat diulangi. Namun Waktu yang belum terjadi dapat disongsong. Sebab itu orang-orang yang memahami waktu linear dgn limit mengusahakan kemajuan, perubahan dan pembaharuan. Tiap-tiap tahapan waktu dianggap sebagai kesempatan atau momentum (kairos) yang tidak dapat diulangi lagi. Apa yang sudah berlalu tidak bisa diulangi namun dapat dikenang & harus dipertanggungjawabkan. Namun apa yang akan datang bisa disambut dengan penuh gairah dan semangat.

WAKTU TIDAK BISA DIDAUR ULANG
Alkitab mengatakan usia manusia tujuh puluh sampai delapan puluh tahun (Mazmur 90:10-12). Selanjutnya Alkitab mengatakan “setiap hari kita semakin dekat dengan ujung kehidupan kita, kematian pribadi atau kedatangan Kristus” (Pengkotbah 3:1-2, I Petrus 4:7). Itu artinya waktu kita di dunia ini sebenarnya sangat terbatas sekali. Jika kita memahami dan menghayati waktu itu sumber daya (seperti minyak, air, angin) maka waktu itu adalah sumber daya yang tidak bisa didaur ulang. Sebab itu nilainya atau harganya sangat tinggi. Itu artinya kita baik juga membayangkan Stop Watch kehidupan kita yang sudah disetel oleh Tuhan dan suatu saat akan berhenti.
Berhubung kita tidak bisa menambah umur kita maka dapat dibayangkan harga yang kita bayar dengan menghabiskan setahun kehidupan kita dengan hal-hal yang percuma. Itu artinya kita ditantang untuk menggunakan waktu kehidupan ini hanya untuk hal-hal yang paling penting, membahagiakan dan bernilai bagi kehidupan kita. Apa sajakah hal-hal yang paling penting, membahagiakan dan bernilai itu? Itu artinya kita disadarkan bahwa setiap saat (tahun, bulan, minggu, hari dan jam) kehidupan kita adalah Prime Time (waktu yang sangat mahal), kesempatan, peluang dan momentum yang harus dimanfaatkan atau dinikmati untuk menciptakan hidup yang paling membahagiakan.

KITA PERLU KALENDER
Konsepsi tentang waktu linear dengan limit menantang manusia mengembangkan berbagai hal perhitungan tentang waktu. Salah satu adalah kalender atau penanggalan. Sangat menarik untuk menyadari bahwa nenek moyang kita orang Batak yang memahami waktu seperti roda tidak memiliki kalender atau penanggalan. Orang Batak kuna memang punya nama bulan dan hari dan jam, namun sama sekali tidak punya nama tahun (sebab itu juga tidak perlu sejarah?). Kalender diperlukan karena kita memahami waktu itu maju (meningkat) menuju akhirnya. Jika kita sudah sampai ke tahun 2006 artinya kita harus bergerak lagi menuju 2007 seterusnya. Jika kita sudah berumur 40 maka kita harus bergerak ke umur 50 dan seterusnya. Kalender internasional itu sebenarnya bukan hanya mau menunjukkan pembagian hari, minggu dan bulan tetapi terutama pertambahan tahun.
Pemahaman waktu orang beriman itu semakin menantang karena kita tidak tahu kapan persisnya ujung waktu kehidupan itu secara individual (kematian kita) dan secara universal (kedatangan Kristus kedua kalinya). Alkitab mengatakan tidak seorang yang tahu tentang ujung waktu itu (Mat 24:36). Lantas bagaimana? Itu artinya kita ditantang untuk membayangkan ujung kehidupan itu, dan lantas menarik garis mundur dari sana. Orang yang menganggap waktunya sudah dekat (misalnya para lansia) tentu “malas” untuk berpikir jauh ke depan. Tetapi sebaliknya orang yang menganggap ujung waktunya masih jauh (para remaja) tentu “antusias” untuk merancang masa depan. Menarik untuk didiskusikan: jika ada lansia yang berpikir sangat jauh dan sebaliknya remaja yang berpikir sangat pendek.

KOMPAS DAN JAM
Karena itulah diskusi tentang manajemen waktu bukan sekedar bagaimana agar efisien tetapi terutama agar sampai ke tujuan. Seorang ahli mengatakan bahwa kita tidak hanya membutuhkan jam tetapi juga kompas. Misalnya kita menginginkan sampai ke puncak Gunung persis matahari terbit. Tidak ada gunanya kita memburu waktu jika ternyata kita ada di arah yang salah. Karena itu pemahaman tentang waktu mau mengusik kita dengan pertanyaan-pertanyaan yang sangat sederhana namun sering dielakkan banyak orang: Apakah tujuan hidupku? Apakah sasaran-sasaranku dua puluh tahun ke depan? Apa sasaranku tiga tahun ke depan? Apa sasaranku sampai akhir tahun 2006 ini? Apakah aku sekarang sedang di jalan yang mengarah kepada tujuan dan sasaran hidupku itu?
Dari tujuan dan sasaran di masa depan itulah kita melihat keberadaan kita di masa sekarang. Dengan kata lain: tujuan dan sasaran (konkret) di masa depan itulah yang menarik kita bergerak ke sana. Tanpa tujuan dan sasaran itu mungkin kita hanya berputar-putar saja, jalan di tempat, sibuk dan pusing sendiri tanpa tujuan.

WAKTU: KESADARAN dan SIKAP PRIBADI TERHADAP KEHIDUPAN
Waktu tidak bisa dilihat dan diraba, namun hanya bisa dibayangkan dan dirasakan. Sebab itu diskusi tentang waktu bukan hanya untuk menambah pengetahuan kognitif, tetapi terutama membangun kesadaran dan sikap pribadi tentang makna kehidupan. Apakah dan bagaimanakah aku membuat hidupku sungguh-sungguh bermakna?

Renungan dan Diskusi:
a. Apakah dan bagaimanakah penghayatan dan pemahaman pribadi (yang sungguh-sungguh dilakukan dalam diri) Anda tentang waktu? Apakah hal itu sesuai dengan konsepsi Alkitab tentang waktu?
b. Apakah tujuan dan sasaran hidup pribadi Anda? Apakah Anda menuliskankannya? Apakah Anda selalu memeriksanya (sebab jika tidak dituliskan hal itu tak lebih sebuah khayalan)
c. Apa dan bagaimanakah cara yang paling efektif untuk mengajar dan mendidik anak-anak tentang WAKTU?
(Pdt Daniel T.A. Harahap)

29 Oktober 2007

Salam

Apa kabar teman-teman Tim Kerja bersama Oase?
Jangan lupa pertemuan 10 November.
Salam dari NTI/ Ketilang

Konsep Garis Besar Katekisasi GKSS

Tujuan
Bahan Katekisasi ini disusun dengan pendekatan tujuan penyelenggaraan katekisasi. Katekisasi dalam GKSS bertujuan memperlengkapi calon warga sidi jemaat untuk:
(1) menghayati (memahami dan menjalani) apa artinya menjadi seorang yang beragama Kristen.
(2) siap menjalankan fungsi sebagai seorang warga sidi jemaat, termasuk panggilan untuk menerima tugas sebagai anggota Majelis Gereja.
(3) menghayati apa artinya menjadi warga gereja pada umumnya, khususnya warga GKSS.
(4) menghayati tanggungjawab sebagai warga masyarakat.

Pembagian Isi Perlajaran
Sesuai dengan tujuan itu, Garis Besar Bahan Katekisasi ini dibagi atas empat bagian sebagai berikut:
(1) Mengenai agama Kristen
(2) Iman dan Pelayanan Kristen
(3) Kelembagaan Gereja, khususnya GKSS
(4) Panggilan Kristen dalam Masyarakat
Keseluruhan bahan disusun untuk pembelajaran selama kurang lebih enam bulan (minimal 24 pertemuan).

Metode Pembelajaran
Ada berbagai metode pembelajaran, juga dalam penyelenggaraan katekisasi. Metode yang lazim yakni "metode ceramah" (guru menyampaikan isi pelajaran secara lisan di dalam kelas secara satu arah) umumnya masih sering dilakukan tetapi tidak dianjurkan menjadi satu-satunya metode. Perlu ada interaksi antara guru dan siswa sedemikian sehingga berlangsung dinamika kelompok. Perlu ketrampilan guru untuk menyampaikan bahan sehingga menarik, misalnya disertai contoh-contoh nyata dari kehidupan yang lazim bagi masyarakat setempat; atau dengan mendiskusikan kasus-kasus yang terkait dengan bahan. Contoh-contoh dari Alkitab juga penting dikemukakan. Bermain peran (role play) bisa pula dilakukan, misalnya dalam bentuk percakapan menyangkut suatu masalah yang perlu pemecahan. Usahakan supaya pada setiap pelajaran ada waktu untuk memperkenalkan salah satu nyanyian yang lazim dipakai dalam GKSS.

Penekanan
Berbeda dengan masa lalu, katekisasi masa kini tidak lagi membina sikap Kristen yang fanatik, tertutup atau bersikap negatif terhadap agama atau aliran lain. Prinsip-prinsip dialog dan "toleransi" antar penganut agama serta semangat ekumenis dalam kalangan gereja yang berbeda-beda dikedepankan. Tetapi sama dengan masa lalu, pembinaan diarahkan untuk menghidupkan semangat iman Kristen yang menyala-nyala dalam diri siswa. Pelajaran katekisasi (dan Sekolah Minggu sebelumnya) bermuara pada sidi (=pengakuan), yakni keputusan pribadi untuk beriman kepada Tuhan Yesus Kristus. Tentu saja juga dalam pelajaran ini kecintaan dan kebanggaan terhadap gereja sendiri (dhi GKSS) juga perlu dimantapkan.

Pembagian Penyajian
Pelajaran 1 - 4 Mengenai agama Kristen
5 - 9 Mengenai Iman Kristen
10 - 16 Mengenai Panggilan Kristen
17 - 22 Mengenai Kelembagaan Gereja (GKSS)
23 - 25 Mengenai Agama-agama


Pokok-pokok Materi
1
Sejarah lahirnya Gereja
Persekutuan baru terbentuk oleh pemberitaan para murid mengenai Yesus yang disalibkan dan dibangkitkan.
2
Alkitab sebagai Kitab Suci
Mengenal Alkitab, PL dan PB, sebagai sumber kebenaran iman dan kehdiupan Kristen
3
Peribadahan Gereja
Doa, Nyanyian, Liturgi, Pelayan Firman
4
Sakramen
Baptisan, Perjamuan
5
Iman Kristen: Yesus Juruselamat
Kehidupan dan keselamatan
6
Iman Kristen: Allah Tritunggal
Penciptaan, Penebusan dan Pengudusan
7
Hukum Kasih
10 Hukum dan ringkasanny (Mt 22:37-40)
8
Persekutuan Kristen
Gereja sebagai persekutuan dalam Tuhan dan dengan sesama yang diwujudkan dalam panggilan beribadah, bersaksi dan melayani
9
Pengharapan Kristen
Kerajaan Allah dan Penggenapannya
10
Panggilan Kristen (1)
Kesaksian Injil
11
Panggilan Kristen (2)
Perkawinan & Kekudusan hidup
12
Panggilan Kristen (3)
Menghadapi tradisi dan budaya tradisional
13
Panggilan Kristen (4)
Pelayanan Sosial
14
Panggilan Kristen (5)
Pembaruan Masyarakat
15
Panggilan Kristen (6)
Partisipasi Politik
16
Panggilan Kristen (7)
Memelihara Alam
17
Gereja (1)
Empat ciri dasar gereja (pengakuan, Alkitab, sakramen, pelayanan)
18
Gereja (2)
Sistem organisasi gereja (presbiterial sinodal)
19
Gereja (3)
Susunan organisasi gereja (jemaat, klasis, sinode)
20
Gereja (4)
Pokok-pokok ajaran GKSS
21
Gereja (5)
Pemahaman dan hubungan ekumenis
22
Gereja (6)
Sejarah GKSS
23
Agama-agama
Perbedaan dan persamaan agama-agama
24
Agama-agama
Kebebasan Beragama
25
Agama-agama
Hidup bersama dalam damai dan saling menghormati