04 Juni 2009

Catatan mengenai Kain dan Habel


Inspirasi khotbah: Kej 4:1-6
oleh Zakaria Ngelow

Kisah Kain dan Habel dalam Kejadian 4 merupakan awal dari kehidupan manusia setelah jatuh ke dalam dosa dan diusir dari Taman Eden. Ada beberapa hal dalam kisah Kejadian 4 yang merupakan awal mula kehidupan sosial manusia: awal kehidupan rumah tangga, awal kehidupan ekonomi dalam bentuk pertanian dan peternakan, yang kemudian berlanjut dengan pemukiman, seni dan kota. Juga kisah ini mengemukakan awal kehidupan ibadah, awal hubungan antar-pribadi dengan emosi kecemburuan, kemarahan dan ketakutan; dan awal kejahatan, pembunuhan dan hukuman ...

Kehidupan Adam dan Hawa di luar taman Eden dimulai dengan kehidupan yang bahagia: hubungan suami-isteri dan lahirnya seorang putra. Sebagaimana dalam kisah di Eden, juga dalam kehidupan awal di luar Firdaus ini perempuanlah yang ditonjolkan. Dalam ayat 1 dan 2 Hawa yang menjadi subyeknya, yang dengan bangga mengatakan "Aku telah mendapat seorang anak laki-laki dengan pertolongan TUHAN." Nama anaknya, Kain, yang berarti “memiliki” (hn"q') atau juga “menciptakan” (hn

Lalu firman-Nya kepada manusia itu: "Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu."

Menjadi peternak memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus. Tetapi sebagai petani Kain membutuhkan lebih banyak kemampuan untuk berhasil dibandingkan dengan. Petani perlu menguasai cara mengolah tanah dan mengenai musim yang tepat. Menanam dan memelihara tanaman di tempat dan dengan cara yang tepat. Juga setelah panen, bagaimana menyimpan dan mengolahnya supaya layak menjadi makanan yang sehat. Mungkin karena itu maka keturunan Kainlah yang menjadi perinstis kebudayaan: musik, arsitektur, metalurgi, dsb.

Habel bekerja sebagai peternak. Dalam Kej 1: 26 Tuhan Allah memang merencanakan manusia sebagai penguasa atas binatang-binatang ciptaan Allah. Dalam kehidupan umat Israel selanjutnya, kedua bidang pekerjaan itu tetap menjadi mata pencaharian pokok. Tanah Kanaan dijanjikan sebagai tanah yang berlimpah susu dan madu (peternakan), tetapi juga yang memberi hasil-hasil gandum, zaitun dan kurma (pertanian).

Lalu kedua bersaudara yang bekerja dalam bidang yang berbeda bersama-sama membawa persembahan kepada Tuhan. Mereka memberi persembahan, walaupun tidak ada perintah Allah sebelumnya untuk melakukan hal itu. Persembahan kepada Allah merupakan suatu tindakan yang alami, yang timbul dari kesadaran bahwa semata karena kemurahan dan perkenan-Nya maka tanah memberi hasil panen, dan ternak memiliki susu, daging, bulu domba dan kulit serta tenaga yang diperlukan manusia. Tidak jelas mengapa persembahan Kain ditolak, sedangkan persenbahan Habel diterima Allah. Alkitab tidak menjelaskan – sebagaimana sering salah diceriterakan kepada anaka-anak Sekolah Minggu – bahwa Kain membawa hasil panen yang jelek, sedangkan Habel hasil ternak yang tambun. Juga tidak dikisahkan bahwa asap korban bakaran Habel membumbung lurus ke langit tanda diterima Tuhan, sedangkan asap korban bakaran Kain ditiup angin sehingga tidak naik ke langit, tanda ditolak Tuhan. Bahkan dalam Alkitab tidak disebutkan mereka berdua melakukan persembahan korban bakaran, hanya dikatakan “Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan; Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya” (ay 3-4).

Allah menerima dan Allah menolak, tetapi Kain tidak puas lalu membenci, yang berakhir pada pembunuhan Habel adiknya, yang nampaknya lebih lemah, tak berdaya. Kisah dua bersaudara ini memperlihatkan kebencian yang bertolak dari agama, bukan ekonomi. Kain membenci adiknya bukan karena masalah pemilikan harta atau karena alasan ekonomi, melainkan karena agama. Dalam bentuk yang sama mengerikan, konflik dan permusuhan atas nama agama terus menelan korban-korban jiwa dan harta benda. Dan korban-korban adalah mereka yang tak berdaya dan bahkan tak bersalah apa-apa. Apakah yang diperoleh Kain setelah membunuh adiknya? Kemenangan atau kepuasan? Bukan! Ia diusut Allah oleh sendiri: Firman TUHAN kepada Kain: "Di mana Habel, adikmu itu?" Kain berusaha berdalih, tetapi Tuhan menegaskan kesalahannya dan menjatuhkan hukuman:

Maka sekarang, terkutuklah engkau, terbuang jauh dari tanah yang mengangakan mulutnya untuk menerima darah adikmu itu dari tanganmu.; engkau menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi." (4: 11-12).

Pertama-tama dia terbuang dari tanahnya. Diusir atau diasingkan dari negerinya sendiri. Mungkin ini sama dengan tradisi lama dalam masyarakat Bugis, yakng disebut dipaoppangi tana (ditutupi, ditimbuni tanah), yakni diusir dan dianggap sudah mati. Dan bahkan kutuk pertanian yang dahulu orang tuanya terima karena pelanggaran di taman Eden kini diterimanya lebih berat:

“Apabila engkau mengusahakan tanah itu, maka tanah itu tidak akan memberikan hasil sepenuhnya lagi kepadamu ...”

Catatan:

Kisah Kain dan Habel terdapat dalam Al-Qur’an (5:27-31). Keduanya tidak disebut namanya. Dalam tradisi Islam mereka dikenal dengan nama Kabil dan Habil.

Tidak ada komentar: